ASIATODAY.ID, JAKARTA – Hasil riset CDP, lembaga nonprofit yang bergerak di bidang lingkungan global mengungkapkan dampak finansial dari risiko-risiko terkait hutan di Indonesia diperkirakan mencapai total USD10 miliar pada tahun 2020.
Angka itu bersumber dari aktivitas perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan rantai pasok minyak sawit Indonesia.
Untuk memitigasi risiko-risiko tersebut sekaligus meraih peluang finansial yang ditawarkan oleh rantai nilai yang bebas deforestasi, maka perusahaan perlu menggabungkan antara penentuan target yang jelas dan pelaksanaan secara kolaboratif di lapangan.
“Meningkatnya ambisi untuk mencapai minyak sawit lestari di Indonesia,” adalah bagian ketiga dari analisis CDP terhadap komitmen dan tindakan terkait hutan, dengan didasarkan atas data yang dilaporkan sendiri secara sukarela oleh 125 perusahaan yang memproduksi, membeli, atau menggunakan minyak sawit dari Indonesia, dari total 687 perusahaan yang mengisi kuesioner Hutan CDP tahun 2020.
Laporan CDP tersebut terungkap dalam webinar Rabu (25/11/2020) hari ini yang berjudul “Mencapai rantai pasok minyak sawit berketahanan dan lestari melalui kerja sama Pemerintah dan swasta untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia”. Webinar yang diselenggarakan bersama Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) ini menekankan pentingnya kerja sama yang erat antara perusahaan dan pemerintah kabupaten untuk mencapai sasaran-sasaran keberlanjutan bersama.
Sebagian besar perusahaan tersebut (78%) mengidentifikasi sekurangnya satu risiko terkait hutan yang dapat memiliki dampak finansial atau strategis mendasar bagi usaha yang mereka jalankan. Risiko usaha yang berkaitan dengan deforestasi bersifat signifikan karena nilai totalnya lebih dari 10 miliar Dolar AS. Dengan mempertimbangkan bahwa tidak sampai setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut yang telah mengungkapkan informasi finansial, nilai ini mungkin masih di bawah potensi dampak yang sesungguhnya.
Namun biaya rata-rata untuk menanggapi mitigasi hanyalah 3% dari biaya yang berkemungkinan timbul dari risiko terkait. Selain itu, risiko-risiko yang ada dapat berubah menjadi peluang: dari 27% perusahaan yang memberikan informasi perkiraan keuangan, nilai peluang terkait hutan mencapai USD4,2 miliar, di mana besar kemungkinan tercapainya USD1,3 miliar dari nilai tersebut.
Keberlanjutan adalah hal yang teramat penting dalam memberikan tingkat keyakinan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak mengambil produk minyak sawit dari kawasan-kawasan berisiko tinggi, sehingga hal ini menjadi suatu prasyarat bagi banyak kebijakan perusahaan tentang pembelian produk/bahan.
Ada peningkatan jumlah perusahaan yang dapat melacak pasokannya hingga tingkat perkebunan, yakni dari 10% pada tahun 2018 menjadi 19% pada tahun 2020. Perusahaan-perusahaan tersebut menetapkan target yang ambisius dan menjadikannya panduan untuk mencapai ketertelusuran yang lebih baik. Sayangnya, perusahaan yang menargetkan untuk melacak 100% pasokannya hingga tingkat perkebunan selambatnya tahun 2020 belum mencapai sasaran ini.
Untuk menjembatani celah tersebut, perusahaan perlu mempertimbangkan tindakan semua pemangku kepentingan yang ada dalam rantai pasok minyak sawit. Saat ini, 26% perusahaan yang mengambil produk minyak sawit dari Indonesia tidak melibatkan pemasok langsung mereka dalam mengasah kemampuan memasok minyak sawit lestari, sementara 42% belum melibatkan petani untuk meningkatkan keberlanjutan pasokan.
Perusahaan-perusahaan yang mencoba menghilangkan deforestasi dari rantai nilainya selalu menginformasikan adanya kerumitan yang melekat dalam rantai pasok minyak sawit, di mana hal ini dianggap sebagai tantangan serius, sebagaimana dikutip dari 39% perusahaan pada tahun 2020.
Pendekatan Yurisdiksional merupakan perangkat yang menjanjikan dalam menyelesaikan tantangan tersebut karena bentuk pendekatan lanskap ini menyatukan semua pihak/pelaku terkait yang ada dalam batas politis dan administratif untuk membangun sasaran, menyelaraskan kegiatan, dan melakukan pemantauan dan verifikasi secara bersama-sama. Partisipasi pemerintah secara yurisdiksional mengurangi risiko karena perusahaan cenderung mengikuti persyaratan peraturan yang akan diberlakukan.
Meskipun merupakan pendekatan yang sama sekali baru, ada beberapa pertanda awal yang positif bahwa petani menggunakan inisiatif ini bersamaan dengan perangkat sertifikasi untuk meningkatkan keberlanjutan dalam pasokannya.
Sebanyak 8% dari perusahaan tersebut telah terlibat secara spesifik dalam bentuk Pendekatan Yurisdiksional, terutama melalui Pendekatan Yurisdiksional RSPO untuk Sertifikasi dan Produksi, Konservasi dan Pelibatan (Produce, Conserve and Include atau PCI). Kolaborasi yang demikian ini memiliki potensi sangat besar dalam menyatukan upaya-upaya lintas sektoral dalam rangka mengatasi deforestasi dan mengukur praktik-praktik keberlanjutan di Indonesia.
Pendekatan restorasi seperti lahan cadangan dan agroforestri, yang kerap kali mampu mengembalikan fungsi alami ekosistem, meningkatkan keanekaragaman hayati serta meningkatkan kemampuannya dalam menghasilkan jasa-jasa ekosistem yang penting akan melengkapi upaya-upaya untuk menghentikan deforestasi.
Sebanyak 50% perusahaan yang memproduksi, mengambil, atau menggunakan produk minyak sawit dari Indonesia mendukung atau melaksanakan inisiatif-inisiatif yang berfokus pada restorasi dan/atau perlindungan ekosistem di beberapa bagian dari operasinya di seluruh dunia – sebanyak 14% memberitahukan bahwa pihaknya melaksanakan atau mendukung 22 inisiatif secara spesifik di Indonesia di kawasan dengan luas total lebih dari 17,8 juta hektar.
Morgan Gillespy, Direktur Global CDP untuk Bidang Kehutanan mengatakan cepatnya perusakan hutan tropis beserta komplikasi akibat-akibatnya adalah salah satu persoalan lingkungan yang paling urgen dihadapi saat ini.
“Akan tetapi kita tidak dapat merumuskan solusi yang efektif tanpa memahami sumber-sumber deforestasi dan pengukuran dampak yang jelas dan berbasis data. Pengungkapan informasi secara mandiri dan sukarela serta transparansi tidak hanya berperan sangat penting dalam perlindungan lingkungan, akan tetapi juga merupakan keharusan dalam dunia usaha bagi perusahaan-perusahaan yang hendak meningkatkan keunggulan kompetitifnya dan membangun ketahanan demi masa depan hutan yang positif,” jelasnya.
Pratima Divgi, Direktur CDP untuk Hong Kong, Asia Tenggara, Australia & Selandia Baru, mengatakan: “Kita membutuhkan peningkatan kerja sama dan pendekatan yang inovatif dan multipemangku kepentingan untuk mendapatkan rantai nilai minyak sawit lestari di Indonesia dan kawasan-kawasan lain. Melalui data dan wawasan yang kami miliki, CDP bertujuan tidak hanya memberdayakan investor, perusahaan, pemerintah kota, kabupaten/provinsi dan negara agar semakin memahami risiko deforestasi yang mereka hadapi, akan tetapi yang lebih penting adalah menyoroti upaya-upaya korektif untuk membangun ekonomi yang berkembang dan memberikan manfaat bagi manusia dan planet ini secara jangka panjang.”
Sementara Gita Syahrani, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) mengatakan, “Kemitraan kami dengan CDP memperlihatkan bahwa LTKL sangat menekankan tindakan yang bersifat multipemangku kepentingan dan kolektif untuk memfasilitasi perjalanan keberlanjutan di Indonesia. Upaya menjembatani pemangku kepentingan kunci dalam komoditas lestari (termasuk minyak sawit) pada tingkat daerah, nasional dan global dilakukan berdasarkan target dan kontribusi bersama yang telah disepakati. Kerja sama yang kuat antara pemangku kepentingan merupakan dasar bagi pelaporan perkembangan yang telah dicapai bersama beserta capaian keberlanjutan yurisdiksional, sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG) tingkat nasional.”
Sebagai referensi, CDP adalah lembaga nonprofit yang bergerak di bidang dampak lingkungan global dan bekerja untuk mempertahankan ekonomi yang berkembang dan bermanfaat bagi manusia dan planet ini.
Informasi yang berkualitas dan relevan merupakan fondasi mendasar bagi tindakan yang dilakukan CDP, dan kami membantu investor, perusahaan dan kota untuk mengukur, memahami dan mengatasi dampak lingkungan yang mereka hadapi.
Bagi CDP, ekonomi dunia merupakan standar emas pelaporan lingkungan dengan serangkaian data yang paling kaya dan komprehensif mengenai tindakan korporasi dan kota. Tujuan CDP adalah menjadikan pelaporan lingkungan sebagai arus utama serta memberikan wawasan dan analisis yang rinci dalam menggalang tindakan urgen untuk dunia yang memiliki iklim yang aman, air yang cukup, dan bebas deforestasi. (AT Network)
Discussion about this post