ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Republik Indonesia mulai bergerak menelusuri temuan Konsorsium Internasional Jurnalis Investigatif (ICIJ) terkait dugaan transaksi mencurigakan disejumlah bank di Indonesia.
Kepala PPATK menegaskan, pihaknya akan menjatuhkan sanksi tegas jika ditemukan ada bank yang terbukti sengaja tidak melaporkan transaksi-transaksi mencurigakan yang diungkap ICIJ tersebut.
“Saya perlu tegaskan, PPATK akan menggunakan segala informasi yang berasal dari mana saja sebagai input dalam melakukan analisis dan pemeriksaan. Kami tidak dapat melakukan konfirmasi terhadap info seperti ini kepada publik. Tapi kami memastikan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan,” tegasnya saat dihubungi Kamis (24/9/2020).
Dian mengapresiasi temuan ICIJ namun ia menyatakan bahwa informasi ICIJ tersebut tidak berasal dari sumber yang resmi.
Menurut dia, dokumen yang digunakan sebagai dasar laporan investigasi tersebut berasal dari Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), yang merupakan lembaga intelijen keuangan di bawah Departemen Keuangan Amerika Serikat.
FinCEN sendiri merupakan mitra Financial Intelligence Unit (FIU) dari PPATK dan tak pernah ada laporan yang masuk terkait aliran uang tersebut.
“Kami juga bergabung dengan Egmont Group (Egmont Group of Financial Intelligence Units). Saya sendiri saat ini Asia Pacific regional representative-nya. Merupakan kewajiban anggota untuk saling dukung dalam pertukaran informasi. Tapi bukan keharusan untuk semua negara anggota untuk menginformasikan apa saja yg dianggap mencurigakan,” jelas Dian.
Dian mengungkapkan, FinCEN memiliki proses internal untuk memastikan apakah dugaan mencurigakan itu kuat atau tidak ke arah pidana.
“Namun ini patut diduga atau dicurigai,” imbuhnya.
Dian juga mengungkapkan bahwa sistem anti-pencucian uang hingga saat ini belum 100 persen bersih dari potensi uang hasil kejahatan. Banyak hal yang masih perlu dibenahi, termasuk dalam hal kualitas pelaporan yang belum sepenuhnya berjalan.
“Perbankan itu merupakan salah satu pelapor dari Laporan Transaksi Keuangan yang mencurigakan (LTKM) yang paling baik. Walaupun begitu kita tidak bisa mengingkari kalau masih ada hal-hal yang perlu kami benahi, yang perlu kami pertajam,” tandasnya.
“Saya perlu tegaskan lagi, produk PPATK merupakan laporan intelijen yang bersifat rahasia hanya digunakan untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan oleh aparat penegak hukum,” imbuhnya.
Karena itu, kerjasama PPATK dengan lembaga intelijen keuangan negara lain terus ditingkatkan untuk menelusuri transaksi keuangan yang mencurigakan, termasuk penelusuran aset.
“Semua itu bersifat sangat rahasia sesuai praktik-praktik intelijen keuangan internasional dan Undang-Undang yang berlaku,” pungkas Dian.
Sebelumnya, FinCEN mencatat ada 19 bank di Indonesia diduga menjadi tempat transaksi mencurigakan. Bocoran laporan tersebut diperoleh ICIJ dan Buzzfee News.
Setidaknya ada 496 transaksi yang diambil dari file FinCEN yang menunjukkan transaksi janggal mengalir ke dan dari Indonesia senilai USD504,66 juta atau setara Rp7,46 triliun. Secara rinci, uang yang masuk ke Indonesia senilai USD218,50 juta, sedangkan yang ditransfer senilai USD286,16 juta.
Transaksi ini diproses melalui 4 bank yang berbasis di AS yang mengajukan laporan aktivitas mencurigakan kepada FinCEN. Diantaranya, The Bank of New York Mellon Corp sebanyak 312 transaksi, Deutsche Bank AG sebanyak 49 transaksi, Standard Chartered Plc. sebanyak 116 transaksi, dan JP Morgan Chase & Co sebanyak 19 transaksi.
Tercatat ada 19 bank di Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, yang diduga menjadi tempat transaksi mencurigakan. Terdapat dua nama bank pelat merah yang masuk dalam transaksi tidak wajar tersebut. (ATN)
Discussion about this post