ASIATODAY.ID, JAKARTA – Derasnya serbuan produk impor di Indonesia membuat produk dalam negeri kehilangan pasar dan daya saing.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memandang, pengendalian sudah semestinya dilakukan dengan pembebasan bea masuk atas barang kiriman yang diturunkan dari sebelumnya USD75 menjadi USD3 per kiriman.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan potensi transaksi produk lokal yang hilang dari tarif bea masuk USD75 nilainya cukup besar mencapai USD3,75 miliar atau setara Rp51,5 triliun sepanjang 2019. Angka tersebut dihitung dari 50 juta paket yang tidak terkena bea masuk melalui e-commerce.
“Jika tidak diturunkan batasan bea masuknya, potensi hilangnya cukup besar mencapai USD3,750 miliar. Itu seharusnya bisa dinikmati oleh industri dalam negeri,” terang Haryadi dalam keterangannya, Jumat (24/01/2020).
Menurut Haryadi, berdasarkan hitungan Apindo jumlah barang impor yang masuk ke wilayah Indonesia selain Batam, Kepulauan Riau, sepanjang 2019 mencapai 57,9 juta paket, atau melonjak drastis sekitar 197 persen dibanding 2018. Sementara itu jumlah barang kiriman impor pada 2017 tercatat hanya 6,1 juta paket, kemudian pada 2018 melonjak menjadi 19,5 juta paket.
“Ini yang kami khawatirkan mulai mengganggu UMKM kita, termasuk perajin. Oleh karena itu, kami memang meminta pemerintah untuk membuat tingkat kompetisi yang adil,” imbuhnya.
Hariyadi menilai pertumbuhan jumlah barang kiriman impor ini normalnya hanya sebesar lima persen per tahun. Artinya, jumlah barang kiriman sepanjang 2019 seharusnya hanya mencapai 7,5-8 juta paket, jika melihat data jumlah 2017 dan 2018.
Dengan data faktual barang kiriman yang masuk sebesar 57,9 juta paket atau dibulatkan menjadi 58 juta paket, kemudian dikurangi data perkiraan normal sebesar delapan juta paket, artinya ada 50 juta paket yang berpotensi merugikan pengusaha atau perajin dalam negeri.
Haryadi menegaskan, Apindo sangat mendukung langkah pemerintah yang menetapkan ketentuan impor terbaru dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 199/PMK.04/2019 yang akan mulai berlaku pada 30 Januari 2020.
Dalam aturan ini, Bea Cukai menyesuaikan nilai pembebasan bea masuk atas barang kiriman dari sebelumnya USD75 menjadi USD3 per kiriman.
Selain penyesuaian bea masuk barang kiriman, pungutan pajak produk dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal. Pemerintah juga merasionalisasi tarif dari semula berkisar 27,5-37,5 persen menjadi 17,5 persen.
Meskipun bea masuk terhadap barang kiriman dikenakan tarif tunggal, pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap masukan yang disampaikan oleh perajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan produk tas, sepatu, dan garmen dalam negeri tidak laku.
“Beberapa sentra kerajinan tas dan sepatu gulung tikar dan hanya menjual produk-produk luar negeri,” jelasnya.
Melihat dampak yang disebabkan dari serbuan produk-produk tersebut, untuk komoditi tas, sepatu, dan garmen, pemerintah menetapkan tarif normal yaitu bea masuk sebesar 15-20 persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu, dan 15-25 persen untuk produk tekstil.
“Penetapan tarif normal ini demi melindungi industri dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM,” tandasnya. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post