ASIATODAY.ID, JAKARTA -Berkembangnya industri pengolahan perikanan, menyisakan hasil samping (limbah) berupa tulang, kulit, sirip, kepala, sisik, jeroan, maupun cairan.
Limbah tersebut diperkirakan memiliki proporsi sekitar 30-40 persen dari total berat ikan, moluska dan krustasea, terdiri dari bagian kepala (12,0 persen), tulang (11,7 persen), sirip (3,4 persen), kulit (4,0 persen), duri (2,0 persen), dan isi perut/jeroan (4,8 persen).
Namun, limbah tersebut bukan tak memiliki nilai ekonomi. Dirjen Pengolahan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Nilanto Perbowo mencontohkan kulit pari bisa diolah untuk berbagai produk seperti tas.
“Ekspor perikanan provinsi Jawa Tengah 2019- 2020, sisik ikan menempati porsi kelima terbesar dari jenis ikan yang diekspor. Ini luar biasa, patut kita syukuri. Kami yakin peluang usaha kekerangan, kulit ikan masih terbuka lebar dan ini peluang bisnis,” ujar Nilanto dalam webinar bertajuk “Mendulang Rupiah Melalui Pemanfaatan Cangkang Kerang dan Kulit Ikan,” Selasa (18/8/2020).
Menurut Nilanto, pada dasarnya produk-produk olahan limbah, berbasis pada kreativitas dan lifestyle serta memiliki segmentasi menengah ke atas. Karenanya, diperlukan imajinasi dan kejelian dalam menangkap peluang dalam mengolah produk berbahan baku adalah limbah.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen PDSPKP mencoba menjalin sinergitas untuk memperkenalkan, mempromosikan produk, sekaligus menyukseskan gerakan nasional bangga buatan indonesia.
“Melalui gerakan ini, diharapkan kita menjadi tuan rumah bagi di negeri sendiri. Ini laut kita, ini produk kita,” sambungnya.
Sementara itu, penasihat DWP Kementerian Kelautan dan Perikanan, Iis Edhy Prabowo memastikan pemerintah siap memberikan dukungan dalam pengembangan usaha mikro.
Dukungan tersebut di antaranya melalui fasilitasi bantuan modal melalui kredit usaha rakyat (KUR) dan badan layanan umum (BLU) oleh KKP. Selain itu, pemerintah juga tengah menggodok RUU Cipta Kerja guna mendorong daya saing UMKM.
“Semoga dari apa yang disampaikan oleh narasumber dan diskusi yang berkembang dapat memberikan inspirasi bagi kita semua, untuk memajukan produk-produk lokal kita,” terang Iis.
Produk Limbah Bernilai Tambah
Nur Hamidah, pemilik Istana Kerang, Cirebon menungkapkan pengalamannya merintis usaha. Idenya tergerak saat menyaksikan kerang-kerang yang banyak tertimbun di tepi pantai dan berserakan di tepi-tepi sawah rumah warga. Ia pun berkreasi dan menghasilkan produk berupa furniture, lampu hias, hiasan dinding, pigura cermin, piranti saji, vas bunga, dan lain-lain.
“Kita olah untuk jadi barang siap pakai dan setengah jadi,” kata Nur.
Usahanya yang kian berkembang juga berdampak pada masyarakat di sekitarnya. Nur mengaku mengajak para tentangganya untuk menjadi pengrajin kulit kerang.
Saat ini, produk dari usahanya pun mampu menembus pasar ekspor dan rutin mengikuti sejumlah pameran, baik lokal maupun berskala internasional.
Pembicara lain, Soleh Yusup, juga menceritakan pengalamannya menyulap kulit ikan nila menjadi produk berdaya saing seperti tas dan sepatu. Pemilik merk Veergha Collection ini tergerak setelah melihat potensi perikanan di Bandung Barat.
“Dimanfaatkan untuk kerupuk nilai tambahnya rendah, tapi untuk produk kulit nilai tambahnya tinggi,” jelas Soleh.
Menggunakan bahan baku ikan nila berbobot minimal 1,2 kg, Soleh mengambil kemudian memisahkan kulit dari dagingnya. Selanjutnya, kulit tersebut dicuci dan direndam sekira sejam dan dimasukkan ke rendaman air campur kapur selama semalam untuk melembutkan serta tidak berbau amis.
“Dagingnya bisa dibikin abon ikan/baso ikan dll,” jelas Soleh.
Setelah proses di atas, kulit ikan nila kembali direndam selama semalam dengan campuran SN. Selanjutnya bahan baku tersebut dicuci bersih dan direndam lagi dengan campuran zat pewarna kulit biasa hingga akhirnya di keringkan untuk finishing.
“Bahan pun siap untuk dipola sesuai kebutuhan bisa sepatu tas dompet dll,” urainya. (ATN)
Discussion about this post