ASIATODAY.ID, JAKARTA – Menyusul insiden bentrok berdarah antarkelompok karyawan di PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI), di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Sabtu (14/1/2023), Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi secara total program hilirisasi nikel.
Apalagi sebelumnya terjadi ledakan dan kebakaran smelter yang menewaskan dua orang pekerja, serta diikuti aksi mogok karyawan.
Mulyanto menilai saat ini adalah saat yang tepat bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi komprehensif program hilirisasi nikel ini.
Pasalnya, program hilirisasi nikel mengorbankan banyak fasilitas negara, tapi hanya menghasilkan manfaat yang terbatas.
Melalui program hilirisasi nikel kata dia, pemerintah telah membebaskan pajak ekspor, pph badan, ppn, dan berbagai insentif fiskal dan non fiskal lainnya. Dengan pengorbanan yang besar itu sayangnya produk yang dihasilkan hanya barang setengah jadi dengan nilai tambah rendah. .
Seperti NPI (nickel pig iron) dengan kandungan nikel ~ 4% atau fero nikel dengan kandungan nikel ~10 %. Bukan stainless steel atau nickel matte yang bernilai tambah tinggi. Sementara harga bijih nikel yang dipasok untuk industri smelter nikel ini hanya separo dari harga nikel internasional.
“Ini menjadi program hilirisasi setengah hati dengan hasil produk setengah jadi bernilai tambah rendah. Nilai ekspor meningkat namun penerimaan negara nihil. Yang diuntungkan terutama adalah investor, yang dominan dari China. Bukan kita,” ujar Mulyanto dalam keterangan tertulis, Senin (16/1/2023).
Mulyanto menegaskan evaluasi komprehensif ini penting dilakukan sebelum kita melangkah lebih jauh pada program hilirisasi SDA mineral lainnya, seperti bauksit, tembaga, timah dll.
“Apalagi kita telah dinyatakan kalah oleh WTO terkait kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel untuk mendukung program hilirisasi nikel,” tegasnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post