ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia didorong untuk melakukan hilirisasi mineral timah. Pasalnya, Timah menjadi salah satu bahan baku dalam komponen baterai kendaraan listrik.
Namun hilirisasi timah belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari pemerintah, padahal timah dinilai mampu berkontribusi dalam pengembangan industri baterai kendaraan listrik.
Menurut akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM0, Fahmy Radhi, timah sebagai sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan, sudah saatnya diolah dan tidak lagi dijual dalam bentuk mentah. Dengan adanya rencana pemerintah untuk membangun industry baterai, tentu menjadi peluang untuk pemain komoditas timah dalam memanfaatkan peluang ini.
“Indonesia sudah saatnya melakukan hilirisasi Timah ini. Timah sebagai sumber daya alam strategis harus bisa melakukan diversifikasi produk dan salah satu produk hilirnya bisa digunakan sebagai komponen untuk bahan baku baterai yang akan dikembangkan di Indonesia,” jelas Fahmy di Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Fahmy memandang, pemerintah belum begitu serius dalam mengelola mineral timah. Hal ini terlihat dari beberapa kebijakan yang dinilai belum sepenuhnya mendukung hilirasasi produk timah.
“Nikel sudah ada regulasi yang melarang ekspor nikel tanpa diolah dan dimurnikan di smelter di Indonesia. Ini menunjukkan perhatian pemerintah untuk menurunkan ekspor nikel dalam bentuk mentahnya. Kita tentunya juga berharap ada regulasi yang melarang timah di ekspor tanpa diolah misalnya jangan hanya dalam bentuk balokan, tapi diolah dulu,” imbuhnya.
Menurut dia, Indonesia tidak bias lagi mendunda ini dan sudah saatnya komoditas timah harus mendapat perhatian serius dengan potensi mineral yang dimiliki. Percepatan produk hilirasi timah harus segera dilakukan sebelum habis dan hal ini perlu dukungan pemerintah.
“Timah itu kekayaan alam yang harus dikelola negara, ini bisa dilakukan dengan BUMN sebagai representasi negara,” ujarnya.
Sebagai referensi, mineral Timah Indonesia termasuk golongan mineral logam yang diekspor ke berbagai negara. Sebagai salah satu komoditi ekspor unggulan di Indonesia, proporsi timah sekitar 11 persen pada tahun 2010 jika ditinjau dari pendapatan ekspor mineral logam.
Merujuk data International Tin Research Institute (ITRI), Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pemasok timah di pasar internasional dengan pangsa pasar 40 dari total produksi dunia. Jika ditinjau dari cadangan timah dunia, Indonesia menempati urutan keempat setelah China, Bolivia dan Peru. Sedangkan jika ditinjau dari potensi ekspor, Indonesia menduduki peringkat kedua terbesar setelah China sebagai penghasil timah.
Potensi timah Indonesia tersebar mulai dari Provinsi Bangka Belitung hingga Provinsi Kepulauan Riau meliputi Pulau Bangka, Pulau Belitung, Pulau Singkep dan Pulau Karimun. Lebih dari 90 persen produksi timah di Indonesia berasal dari Provinsi Bangka Belitung.
Berdasarkan US Geological Survey 2006, cadangan terukur timah di Indonesia adalah sekitar 800.000 sampai 900.000 ton. Dengan tingkat produksi rata-rata sekitar 60.000 ton/tahun, atau setara dengan 90.000 ton/tahun pasir timah, cadangan tersebut hanya mampu bertahan sekitar 10 hingga 12 tahun lagi, atau hingga tahun 2017 sampai 2019. Jika diasumsikan harga rata-rata timah USD20.000/mton, sumber daya timah ini menyimpan potensi ekonomi dengan nilai sekitar US$ 18 miliar atau sekitar Rp 190 triliun. Dengan demikian dapat terlihat bahwa tambang timah memiliki potensi besar sebagai penyumbang devisa negara. (ATN)
Discussion about this post