ASIATODAY.ID, NUSA DUA – Forum General Debate 144th Assembly of the Inter Parliamentary Union (IPU) yang berlangsung di Bali Convention Center, Kabupaten Badung, Bali, menghasilkan terobosan besar untuk perdamaian dunia, salah satunya dengan melahirkan resolusi damai untuk Rusia-Ukraina.
Resolusi damai Rusia-Ukraina diusulkan oleh parlemen Indonesia dan Selandia Baru sebagai kondisi darurat (emergency item) yang perlu dibahas dalam sidang tersebut.
Untuk diketahui, emergency item merupakan usulan agenda baru yang dianggap mendesak dan sangat penting untuk dibahas di sidang IPU, namun tidak tercantum dalam agenda yang ditetapkan sebelumnya.
Pada Minggu (20/3/2022), DPR RI mengajukan proposal berjudul ”Peran Parlemen dalam Mendukung Resolusi Damai untuk Konflik Rusia-Ukraina”. Sehari setelahnya, Selandia Baru juga menyerahkan proposal ”Resolusi Damai terhadap Perang di Ukraina, Penghormatan terhadap Hukum Internasional, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Integritas Teritorial”.
Kedua negara mempresentasikan proposal masing-masing pada Senin (21/3/2022) sore.
Presentasi diikuti dengan pemungutan suara untuk memilih proposal yang akan dipilih sebagai dasar pembahasan kondisi darurat dalam sidang IPU 2022.
Hasil pemungutan suara, Indonesia meraih sekitar 300 suara, sedangkan Selandia Baru unggul dengan perolehan sekitar 500 suara. Sementara itu, delegasi lainnya memilih untuk abstain.
Atas hasil voting itu, Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon mengatakan, perolehan suara bukanlah masalah berarti. Sebab, Indonesia tidak menargetkan kemenangan suara, tetapi ingin menyampaikan bahwa jalan dialog dan diplomasi masih terbuka untuk menyelesaikan masalah Rusia-Ukraina.
Menurut Fadli, proposal Indonesia maupun Selandia Baru prinsipnya memuat gagasan serupa, yakni resolusi damai dengan jalan dialog.
”Kami sudah mencapai target, yakni memoderasi proposal yang sebelumnya sangat keras. Sebagai tuan rumah, Indonesia tidak ingin ini menjadi ajang untuk mengutuk salah satu pihak,” kata Fadli.
Sebelumnya, Ukraina telah mengajukan proposal yang berisi usulan kondisi darurat untuk dibahas dalam sidang IPU. Proposal itu berjudul ”Agresi Rusia dan Belarusia terhadap Ukraina”, yang dipenuhi dengan pernyataan mengecam dan mengutuk aksi Rusia. Namun, proposal itu dicabut dari daftar usulan.
Presiden Bureau of Women Parliamentarians yang berasal dari Ukraina, L. Vasylenko melalui koneksi virtual menyatakan mencabut usulan itu dan memohon delegasi IPU mendukung usulan Selandia Baru.
Fadli memandang, hal itu bisa dipahami mengingat posisi Ukraina yang diserang Rusia. Akan tetapi, Indonesia tidak ingin terjebak dalam kecaman terhadap salah satu pihak, tetapi bisa menjadi jembatan dialog antarpihak.
Selain terkait perdamaian, hal itu juga penting untuk mempertahankan keanggotaan kedua negara di IPU.
Pada akhirnya Fadli berharap resolusi tersebut nantinya bisa menjadi cara ampuh bagi Parlemen untuk bergerak.
“Ke depan, diharapkan Parlemen dapat terus menjadi bagian dari yang menjaga hukum internasional, memperjuangkan HAM, perdamaian dan demokrasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut usulan dari Selandia Baru pada prinsipnya sama seperti semangat perdamaian yang diusung Indonesia.
Puan mengatakan, dalam usulan emergency item ini, Indonesia mencoba menawarkan alternatif melalui pendekatan jalan tengah.
Indonesia sekali lagi mengingatkan dunia bahwa IPU dibangun di atas landasan dialog dan diplomasi parlemen.
“Sehingga dalam menangani konflik ini pendekatan diplomasi dengan melibatkan parlemen harus dikedepankan. Aspek humanitarian juga menjadi salah satu fokus. Penanganan konflik harus mengedepankan keselamatan masyarakat sipil terutama perempuan dan anak-anak,” ujar Puan
Sementara itu dalam pengajuan emergency item, Selandia Baru menyampaikan bahwa narasi usulan mereka merupakan kombinasi antara dua usulan yang masuk sebelumnya.
Delegasi Selandia Baru dalam argumennya mengatakan mengadopsi beberapa poin usulan yang dikemukakan Indonesia.
Dalam naskah yang dibagikan ke delegasi Majelis IPU ke-144 terdapat beberapa kesamaan dengan naskah usulan Indonesia terutama mengenai humanitarian corridor dan aspek penanganan pengungsi lainnya akibat perang.
Dalam kesempatan penyampaian pandangan negara-negara, delegasi Afrika Selatan menyampaikan dukungan untuk Indonesia dan memandang usulan Indonesia lebih mudah diimplementasikan oleh parlemen.
Dalam hal ini IPU harus memaksimalkan fungsi yang dimiliki sebagai saran mediasi dan dialog antar parlemen.
Draf usulan Selandia Baru pada prinsipnya menginginkan jalan dialog seperti usulan Indonesia, namun pertimbangannya memang lebih keras mengecam Rusia.
Proposal Indonesia tidak menunjukkan adanya kecaman terhadap salah satu pihak.
Puan mengatakan, usulan dari Indonesia membawa dinamika di sidang IPU.
“Usulan Indonesia mampu memecah voting dan menghalangi adopsi secara aklamasi dari emergency item usulan Ukraina, yang dianggap sebagian pihak berat sebelah,” ujar Puan.
“Secara prinsipil ini bukan tentang menang atau kalah voting. Kedua emergency item mengedepankan prinsip budaya damai, penghormatan hukum internasional, territorial intergrity dan aspek kemanusiaan sesuai semangat yang diusung Indonesia,” imbuh Puan.
“Yang utama bagi Majelis ke-144 ini adalah perdamaian permanen yang dapat diterima oleh kedua belah pihak,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post