ASIATODAY.ID, NEW YORK – Di tengah memanasnya sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membahas tentang resolusi yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, pasukan Rusia terus bergerak untuk mengepung Kota Kiev, ibukota Ukraina.
Dalam gambar citra satelit memperlihatkan, konvoi militer Rusia terus maju mendekati Kiev dari Ivankiv.
“Sebuah konvoi militer Rusia yang berada di luar Ivankiv, Ukraina, pada Minggu telah berhasil mencapai pinggiran Kiev. Konvoi itu kira-kira 64 kilometer barat laut ibu kota Ukraina,” demikian gambar citra satelit yang disediakan oleh Maxar Technologies, seperti dikutip The New York Times, Selasa (1/3/2022).
Maxar mengatakan bahwa sekitar 27 kilometer jalan raya penuh dengan konvoi, yang terdiri dari kendaraan lapis baja, tank, artileri yang ditarik dan kendaraan logistik lainnya.
Konvoi itu terletak di jalan raya T-1011 di pangkalan udara Antonov sekitar pukul 11:11 waktu setempat. Antonov kira-kira 27 kilometer dari pusat ibu kota Ukraina.
Pangkalan udara Antonov adalah tempat pertempuran sengit pada Kamis. Itu juga tempat di mana pesawat terbesar di dunia -,Antonov AN-225 Mriya,- disimpan. Pemerintah Ukraina mengatakan bahwa militer Rusia menghancurkan pesawat itu.
Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan, pasukan Rusia berusaha untuk bergerak lebih dekat ke ibu kota Ukraina, Kiev, tetapi masih berada di luar pusat kota.
“Tapi jelas kami terus melihat pasukan Rusia bergerak atau mencoba bergerak lebih dekat sehingga mereka dapat bergerak ke Kyiv dari darat,” ujar Kirby saat briefing di Pentagon pada Senin.
“Kami masih menilai bahwa mereka berada di luar pusat kota, dan apa yang kami ketahui dengan jelas, bahwa mereka memiliki niat sehubungan dengan Kiev,” imbuhnya.
“Ukraina melawan dengan cukup efektif di sekitar Kiev. Mereka telah membuat pekerjaan berat bagi Rusia untuk bergerak lebih jauh ke selatan,” tuturnya.
Kirby tidak bisa mengatakan secara spesifik bahwa konvoi Rusia yang terlihat pada citra satelit sedang menuju ke Kyiv, tetapi dia mengatakan “itu jelas tampak, hanya secara anekdot, hanya sebagai bagian dari keinginan mereka untuk terus bergerak di ibu kota.”
Sementara itu, pada sidang PBB, invasi Rusia ke Ukraina terus mendapat penentangan dari berbagai pihak.
“Pertempuran di Ukraina harus dihentikan,” Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan, setelah sesi dimulai dengan mengheningkan cipta selama satu menit untuk para korban konflik.
“Cukup sudah. Prajurit harus kembali ke barak mereka. Para pemimpin harus pindah ke perdamaian. Warga sipil harus dilindungi,” seru Guterres, sebagaimana dilaporkan AFP, Selasa (1/3/2022).
Perwakilan lebih dari 100 negara diperkirakan akan berbicara saat badan global memutuskan apakah akan mendukung resolusi yang menuntut Rusia segera menarik pasukannya dari Ukraina.
Resolusi tersebut tidak mengikat tetapi akan menjadi penanda betapa terisolasinya Rusia.
Pemungutan suara diharapkan pada Rabu. Penggagas resolusi berharap mereka dapat melebihi 100 suara mendukung – meskipun negara-negara termasuk Suriah, China, Kuba dan India diharapkan untuk mendukung Rusia atau abstain.
Ini akan dilihat sebagai barometer demokrasi di dunia di mana sentimen otokratis telah meningkat, kata diplomat, menunjuk ke rezim seperti itu di Myanmar, Sudan, Mali, Burkina Faso, Venezuela, Nikaragua – dan, tentu saja, Rusia.
“Jika Ukraina tidak bertahan, PBB tidak akan bertahan. Jangan berangan-angan,” kata Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, memohon negara-negara untuk mendukung resolusi tersebut.
Sedangkan, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menegaskan kembali sikap Moskow, yang ditolak mentah-mentah oleh Kiev dan sekutu Baratnya.
“Operasi militer diluncurkan untuk melindungi penduduk daerah yang memisahkan diri di Ukraina timur,” tegas Nebenzia.
“Permusuhan dilepaskan oleh Ukraina terhadap penduduknya sendiri,” katanya dari podium.
“Rusia berusaha untuk mengakhiri perang ini,” tambah Nebenzia.
Hingga kini, setidaknya ada 406 korban sipil yang dilaporkan di Ukraina, termasuk sedikitnya 102 tewas hanya dalam beberapa hari terakhir.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat Martin Griffiths mengutip angka dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.
Griffiths berbicara kepada Dewan Keamanan PBB melalui telekonferensi dari Jenewa pada Senin, menambahkan bahwa jumlah sebenarnya korban sipil “bisa jauh lebih tinggi, karena banyak korban yang dilaporkan belum dikonfirmasi.” (ATN)
Discussion about this post