ASIATODAY.ID, JAKARTA – Implementasi program subsidi energi dan pupuk oleh pemerintah Indonesia mendapat sorotan dari World Bank. Pasalnya, program itu dinilai tidak maksimal dan salah sasaran.
Menurut Ekonom Senior World Bank untuk Indonesia Ralph Van Door, subsidi energi di Indonesia banyak dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah ke atas, justru masyarakat kelas bawah atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak tersentuh program itu.
Ralph menguraikan, tiga jenis subsidi energi tersebut diantaranya diesel (solar), LPG, kerosin dan listrik (450-900 VA).
“Pihak yang menikmati subsidi diesel, LPG dan listrik sebagian besar dari kelas menengah ke atas. Pemerintah Indonesia seharusnya mengubah 30 persen dari total subsidi menjasi cash transfer (bantuan tunai langsung/BLT) kepada 40 persen kelompok terbawah,” jelas Ralph saat Media Briefing Online: Public Expenditure Review World Bank, Senin (22/6/2020).
Hasil riset World Bank, masyarakat miskin dan rentan yang menerima subsidi kerosin (minyak tanah) dan LPG hanya 21 persen. Sementara itu, subsidi solar yang tepat sasaran hanya dinikmati sekitar 3 persen dan subsidi listrik 15 persen.
Selain ketimpangan di sektor energi, Ralph juga mengungkapkan subsidi pupuk oleh pemerintah justru tidak berdampak pada kesejahteraan petani. Sebab, 30 persen dari total subsidi pupuk justru bocor ke pihak yang bukan target penerima subsidi, misalnya perkebunan kelapa sawit.
“Dari subsidi yang disediakan pemerintah, 40 persen dinikmati oleh petani yang sejahtera,” jelasnya.
Menurut Ralph, dibandingkan memberi pupuk secara langsung, pemerintah sebaiknya mengubah bentuk subsidi kepada petani. Salah satu solusinya, yaitu dengan memberikan akses bagi petani untuk mempelajari teknologi pertanian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Hal tersebut dapat memberikan dampak langsung bagi petani yang ingin mengembangkan usahanya dan lebih tepat sasaran ketimbang memberikan subsidi pupuk.
“Reformasi dalam pemberian subsidi dapat menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post