ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menghentikan ekspor bijih mineral atau ore mulai 2022 mendatang. Pasalnya, pemerintah mewajibkan seluruh hasil produksi diolah di dalam negeri melalui smelter.
Menurut Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sri Raharjo, aturan itu akan diberlakukan tanpa pengecualian meski produksi bijih mineral dalam negeri nantinya melimpah. Perusahaan berbasis tambang mineral diwajibkan memiliki perencanaan yang matang untuk mengolah bahan mentah itu sebelum membangun smelter.
“Perusahaan tetap harus mengolah. Karena itu perusahaan harus punya feasibility study (fs) saat bangun smelter,” terang Raharjo, Kamis (15/7).
Untuk mewujudkan kebijakan ini kata dia, harus ada kerja sama antar kementerian atau lembaga (K/L) lain demi memastikan produksi bijih mineral tetap terserap di dalam negeri. Tentunya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diharapkan bisa memastikan proses hilirisasi untuk komoditas itu berjalan dengan baik.
“Harus dipetakan hilirnya di Kementerian Perindustrian. Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) nya harus disesuaikan,” imbuhnya.
Aturan mengenai larangan ekspor ini sebelumya sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, saat ini keran ekspor bijih mineral masih dibuka sampai akhir 2021 mendatang.
Sebelumnya, KESDM juga mengusulkan agar masalah insentif hilirisasi dimasukkan pada Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba).
“Pemberian insentif kepada pihak yang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang ini belum jelas,” kata Menteri Ignasius Jonan di forum Rapat Kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Selasa (18/7).
Sejumlah opsi insentif masih dipertimbangkan. Misalnya, pembebasan kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri untuk kepentingan ketenagalistrikan (DMO) bagi pihak yang membangun PLTU Mulut Tambang.
Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Yunus Saefulhak, jika usulan diterima, RUU Minerba hanya akan mencantumkan ketentuan adanya insentif bagi hilirisasi.
“Mengenai bentuk dan besaran insentif akan diatur dalam ketentuan tersendiri di bawah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Insentif tersebut bisa berupa insentif fiskal maupun non fiskal karena pada UU 4/2004 belum ada aturan mengenai insentif,” ujarnya.
Dengan masuknya ketentuan insentif dalam RUU Minerba, Yunus berharap Kemenkeu memiliki dasar yang kuat untuk mengeluarkan insentif dalam mendorong hilirisasi di bidang pertambangan. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post