ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia sudah menyiapkan rencana lain jika kalah di World Trade Organization (WTO) dalam sengketa perdagangan dengan Uni Eropa (UE) terkait larangan ekspor bijih nikel yang dimulai sejak 2020.
“Pemerintah tidak ada masalah jika Uni Eropa (UE) menang. Kita sudah siapkan langkah berikutnya, kita buat aturan baru lagi. Yang pasti, kita harus membuat kebijakan untuk melakukan hilirisasi yang maksimal di Indonesia,” tegas Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Bahlil menegaskan, pemerintah akan membuat aturan baru yang lebih tegas yang nantinya membuat negara-negara Eropa berpikir ulang untuk mengimpor bijih nikel asal Indonesia, salah satunya dengan menaikkan pajak ekspor untuk komoditas bijih nikel.
“Kita sudah siapkan langkah ini. Negara kita tidak boleh diatur atur-atur oleh negara lain. Kita harus berdaulat, kita harus konsisten untuk program hilirisasi nikel harus dijalankan,” tegasnya.
Menurut Bahlil, Indonesia tidak bisa dibendung lagi untuk menjadi negara industrialis khususnya di baterai mobil listrik. Ketetapan itu tidak bisa diganggu gugat bagaimana pun caranya.
“Setiap negara harusnya menghargai kedaulatan dan harus menghargai perencanaan pengembangan ekonomi dari setiap negara. Tidak boleh lagi ada suatu negara yang merasa lebih hebat dari negara lain,” tandasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku legowo jika Indonesia kalah atas gugatan di WTO. Terpenting dengan melakukan penyetopan ekspor nikel mentah, Indonesia bisa mengubah tata kelola nikel di dalam negeri.
“Kelihatannya kita kalah (gugatan) di WTO, nggak apa-apa tapi industrinya sudah jadi dulu. Kalah nggak apa-apa, syukur bisa menang, tapi kalau kalah pun nggak apa-apa,” terang Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonomi oleh INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Namun terlepas dari keputusan WTO dalam perselisihan tersebut, pemerintah akan melanjutkan rencana memberlakukan larangan serupa pada ekspor komoditas mentah lainnya.
Indonesia adalah pengekspor nikel terbesar di dunia sebelum melarang ekspor bijih nikel 2 tahun lalu guna menarik investor asing untuk mengembangkan smelter nikel dan industri hilir di darat. Tiongkok menjadi sumber investasi yang signifikan.
Ketika larangan pada 2020 membayangi, Uni Eropa meluncurkan keluhan kepada WTO.
Menurut UE, pembatasan itu tidak adil karena membatasi akses produsen baja nirkarat (stainless steel) ke nikel secara khusus, dan komoditas lainnya.
“Sepertinya kita akan kalah di WTO, tapi tidak apa-apa, industrinya sudah dibangun,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi, larangan tersebut telah meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia. Ia mencatat ekspor bijih nikel Indonesia bernilai sekitar US$ 1 miliar 7 tahun lalu, dibandingkan dengan ekspor produk berbasis nikel senilai US$ 20,9 miliar pada 2021.
WTO membentuk panel yang mengawasi perselisihan UE dan Indonesia pada April 2021 dan diperkirakan akan mengeluarkan laporan akhirnya pada kuartal terakhir 2022, menurut situs web badan internasional yang berbasis di Jenewa tersebut. Panel itu biasanya menilai apakah klaim pengadu beralasan. Jika ditemukan demikian, panel akan merekomendasikan perubahan.
Jokowi menegaskan Indonesia akan berhenti mengekspor tembaga mentah, bauksit, dan timah untuk mendorong investasi asing serta membantu meningkatkan rantai nilai dalam pemrosesan sumber daya.
Dia tidak memberikan kerangka waktu untuk penerapan kebijakan semacam itu.
“Jika kita konsisten (dengan kebijakan ekspor), saya yakin pada 2030 produk domestik bruto (PDB) kita akan mencapai di atas US$ 3 triliun,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post