ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menggodok format masa depan industri mineral batu bara.
Langkah ini dilakukan menyusul terjadinya penurunan permintaan yang disebabkan oleh transisi energi bersih. Pemerintah meyakini batu bara masih akan dibutuhkan dan memberikan manfaat yang besar di masa mendatang.
Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Sujatmiko, agar tetap memberikan manfaat, maka bisnis batu bara juga harus melakukan konversi agar bisa berkontribusi pada konsumsi energi global menuju ke yang lebih bersih. Misalnya, dengan melakukan hilirisasi batu bara agar memberikan nilai tambah.
“Kita harus mengconvert bisnis batu bara dengan perkembangan global society,” kata Jatmiko dalam peluncuran laporan seri studi peta jalan transisi energi Indonesia secara daring, Selasa (13/10/2020).
Jatmiko mengatakan pihaknya telah memetakan setidaknya 7 peluang atau variasi hilirisasi batu bara.
Pertama, gasifikasi batu bara (coal gasification). Selama ini, Indonesia mengimpor gas metana batu bara (gas coaled methane/CBM) yang merupakan produk dari gasifikasi batu bara kurang lebih USD11,5 miliar per tahun yang digunakan bagi smelter minerba.
Padahal, Indonesia memiliki produksi batu bara di dalam negeri yang cukup besar, namun masih tetap impor dalam bentuk CBM. Artinya, apabila CMB bisa dikembangkan di dalam negeri maka akan memberikan manfaat dan nilai tambah serta mengurangi tekanan impor.
Kedua, pembuatan kokas (cokes making). Batu bara kokas dapat digunakan untuk peleburan pada industri besi dan baja yang memerlukan temperatur yang sangat tinggi. Batu bara kokas juga dapat dijadikan alternatif batu bara bersih karena dikelola secara khusus sehingga dapat mengurangi partikel polutan yang terdapat di dalam batu bara.
Ketiga, underground coal gasification (UCG). UCG dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan batubara konvensional. Hal ini karena proses pembakaran pada UCG dilakukan di bawah permukaan, sehingga abu atau sisa pembakaran tidak akan mencemari udara karena tetap berada di bawah tanah. Syngas dari proses UCG bisa digunakan untuk listrik dan petrokimia.
Keempat, pencairan batu bara (coal liquefaction) yakni mengubah wujud batu bara padat menjadi cair.
Kelima, peningkatan mutu batu bara (coal upgrading).
Keenam pembuatan briket batu bara (coal briquetting), dan ketujuh coal slurry atau coal water mixture.
“Batu bara loreng kita bisa ditingkatkan menjadi batu bara mutu tinggi. Bisa juga jadi briket, serta dicampur dengan air menggantikan coal mixture. Tujuh hilirisasi ini menurut saya akan jadi masa depan batu bara Indonesia,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post