ASIATODAY.ID, JAKARTA – World Bank menilai, Indonesia gagal mengelola dan mengambil peluang dari urbanisasi untuk mengentaskan kemiskinan.
World Bank mencatat, urbanisasi di Indonesia saat ini sangat rendah. Pasalnya, setiap perpindahan 1% penduduk ke perkotaan hanya akan menaikkan 1,4% Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.
Menurut World Bank, angka ini masih rendah dibandingkan China yang mampu mendorong 3% PDB per kapita dari persentase pertumbuhan urbanisasi sebesar 1%. Sementara negara-negara di Asia Timur dan Pasifik lainnya yang mencapai 2,7% terhadap PDB per kapita.
Global Director for Urban and Territorial Development, Disaster Risk Management and Resilience Bank Dunia, Sameh Wahba mengatakan, urbanisasi menjadi tanda suatu negara semakin maju karena bisa mengentaskan kemiskinan.
“Harus disadari, urbanisasi membawa manfaat penting, dimana 55% penduduk dunia tinggal di perkotaan setara 4,25 miliar penduduk. Kami perkirakan 2050 akan mencapai 6,8 miliar. Maka itu ada tambahan 2,5 miliar penduduk pindah ke depan,” papar Sameh di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Sameh memandang, tidak ada negara berpendapatan menengah ke tinggi yang tidak terjadi urbanisasi pada penduduknya. Sebab, tanpa adanya urbanisasi maka perekonomian kota tidak akan bergeliat karena tenaga kerja dan pelaku usaha tidak berkembang.
“Tidak setiap orang bisa mendapatkan manfaat kesejahteraan dan kelayakan huni yang dihasilkan urbanisasi,” tandasnya.
Sejak tahun 1950, rata-rata produk domestik bruto (PDB) per kapita telah meningkat hampir sembilan kali lipat secara riil, dan rata-rata penduduk Indonesia saat ini menikmati standar hidup yang jauh melebihi Standar generasi sebelumnya.
Salah satu alasan Indonesia lebih makmur saat ini disebabkan manfaat produktivitas yang dihasilkan aglomerasi perkotaan dan transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang lebih berbasis pada industri dan jasa.
“Namun demikian, peningkatan pembangunan dan kesejahteraan lebih lambat dan lebih sulit daripada laju urbanisasi yang cepat. Oleh karena itu, Indonesia tetap menjadi negara berpenghasilan menengah bawah, dan meskipun hampir setiap orang mendapatkan manfaat secara absolut, kemajuan yang dihasilkan urbanisasi tidak merata di kota-kota dan di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Pertumbuhan kawasan perkotaan yang belum pernah terjadi sebelumnya telah menyebabkan faktor-faktor kepadatan negatif, terkait dengan tekanan penduduk perkotaan pada infrastruktur, layanan dasar, lahan, perumahan dan lingkungan, yang berdampak pada kelayakan huni (livability) kota-kota dan kesejahteraan yang dihasilkan oleh urbanisasi.
“Dengan kata lain, urbanisasi belum memenuhi potensinya untuk mendorong peningkatan kesejahteraan, inklusivitas dan kelayakan huni secara berkelanjutan di Indonesia,” pungkasnya. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post