ASIATODAY.ID, JAKARTA – World Bank akan melipatgandakan pendanaan untuk pembelian dan biaya penyebaran vaksin Covid-19 menjadi USD20 miliar dari target sebelumnya USD12 miliar.
Langkah ini menyusul terjadinya peningkatan tajam permintaan pembiayaan dari negara berkembang.
Presiden World Bank, David Malpass mengatakan, pihaknya telah menyediakan lebih dari USD4 miliar kepada 51 negara berkembang untuk pembelian dan penyebaran vaksin Covid-19 sejauh ini. World Bank akan segera mengucurkan dana miliaran dollar lagi untuk 25 negara.
“Lebih banyak lagi akan menyusul dalam beberapa minggu mendatang,” kata Malpass kepada wartawan sebagaimana dilaporkan ArabNews.com, Kamis (01/07/2021).
Malpass mencatat total 41 permintaan telah diterima dari negara-negara Afrika yang mana kurang dari setengah populasinya telah divaksinasi. Malpass juga menyerukan agar negara-negara yang memiliki kelebihan dosis melepaskan dosis tersebut agar lebih banyak digunakan oleh negara-negara berkembang dengan rencana distribusi yang memadai.
World Bank juga terus mendesak transparansi yang lebih besar oleh pemerintah dan perusahaan farmasi tentang kontrak, opsi, dan kesepakatan vaksin.
“Kami sedang berperang dengan vaksin,” kata Malpass, menambahkan bahwa pasokan yang terbatas dan permintaan yang tinggi membuat informasi sangat penting untuk menjaga produksi tetap mengalir.
“Covid tidak akan hilang dengan cepat. Ini akan menjadi perang jangka panjang,” tambahnya.
Keputusan untuk meningkatkan pendanaan untuk vaksinasi mencerminkan kekhawatiran yang berkembang tentang tingkat vaksinasi yang sangat berbeda antara ekonomi maju dan negara berkembang, kata pejabat World Bank.
World Bank memandang adanya peningkatan tajam permintaan pembiayaan dari negara-negara berkembang, bukan hanya pengeluaran terkait kesehatan selama pandemi, kata Direktur Pelaksana World Bank bidang Operasi, Axel van Trotsenburg.
Dia mengatakan kepada wartawan bahwa Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan Bank Dunia dan Asosiasi Pembangunan Internasional telah membuat komitmen pinjaman hampir USD100 miliar sejak awal krisis, jauh di atas tingkat normal yang hanya di bawah USD60 miliar.
“Permintaan pembiayaan yang tinggi diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2022,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post