ASIATODAY.ID, MAXEN – Penduduk kota Maxen, Jerman hadiri kunjungi Rumah Biru (Blaues Häusel), untuk merayakan hari kelahiran Raden Saleh 210 tahun yang lalu (22/05/2021). Raden Saleh, pelukis berbakat asal Semarang ini pernah tinggal dan berkarya di Maxen pada periode 1839 – 1849.
Raden Saleh pernah mendapatkan beasiswa dari pemerintah kolonial untuk mengasah keterampilan lukisnya di Belanda pada tahun 1829. Di Belanda ia belajar melukis kepada maestro pelukis romantisme Eropa seperti Cornelis Kruseman dan Andries Schelfhout. Namun perlakuan masyarakat Belanda pada umumnya yang memandang Raden Saleh sebagai warga kelas dua karena merupakan penduduk wilayah jajahan membuatnya memutuskan untuk hijrah ke Jerman pada 1839.
Ia berkelana ke kota-kota seperti Düsseldorf, Frankfurt dan Berlin untuk melanjutkan studi melukisnya dengan pelukis-pelukis lokal Jerman hingga akhirnya tiba di kota Dresden dan Maxen dimana ia tinggal selama 10 tahun karena merasa diterima sepenuh hati oleh orang-orang lokal yang menghargai karya lukisnya dan menghargai dirinya sebagai manusia. Orang-orang Jerman saat itu memanggilnya “Pangeran dari Jawa”.
“Hari ini adalah Hari Indonesia. Di depan Rumah Biru ini kita memperingati kelahiran seorang pelukis Jawa 210 tahun lalu, namanya Raden Saleh dan ia pernah menjadi bagian penting dari kota Maxen. Ia datang ke kota ini pada 1839 dan berkawan baik dengan Tuan Friedrich Serre yang membangun pavilion ini di tahun 1848 sebagai tanda hormat untuk Raden Saleh”, jelas Jutta Tronicke kepada para pengunjung.
Jutta Tronicke adalah satu dari sejumlah warga Maxen yang aktif mempromosikan tokoh Raden Saleh di Jerman bersama dengan KBRI Berlin.
“Dia adalah jembatan kultur antara Indonesia dan Jerman sehingga kedua bangsa bisa saling mengenal, mengisi dan memperkaya. Bayangkan seorang Jawa bisa hadir di Maxen ratusan tahun lalu dan menjadi bagian dari masyarakat Maxen dan dihormati karena karya lukisnya yang luar biasa. Dia memperkenalkan Jawa kepada orang-orang Jerman melalui karya seni,” ujar Michael dan Gisela Simon.
Permainan musik angklung Sunda dan tarian tradisional Dayak yang dipertunjukkan oleh anggota Forum Masyarakat Indonesia di Dresden (FORMID) serta suguhan makanan ringan khas nusantara melengkapi nuansa Indonesia di kota Maxen saat itu.
KBRI Berlin juga memberikan donasi empat pohon apel yang ditanam di sepanjang jalan setapak menuju ke Rumah Biru untuk memperingati kelahiran Raden Saleh dan sebagai simbol penghormatan atas jasanya sebagai “Duta Budaya” Indonesia untuk Jerman di abad ke-19.
Marid Helbig, pemilik dan pengelola Rumah Biru, menyampaikan penghargaannya atas kerja sama dan dukungan Pemerintah Indonesia melalui KBRI Berlin terhadap keberadaan Rumah Biru Raden Saleh di Maxen yang berstatus cagar budaya dan dilindungi oleh Pemerintah Jerman.
Raden Saleh meninggal di Bogor pada 23 April 1880. Lukisan-lukisan Raden Saleh kini bisa dinikmati di 43 museum di seluruh dunia, belum lagi sejumlah lukisannya yang dimiliki oleh kolektor pribadi. Raden Saleh tidak hanya mewariskan ratusan karya lukisnya yang indah untuk dunia, tapi jejak langkahnya di Jerman juga menjadi warisan berharga yang mempersatukan masyarakat Indonesia dan Jerman. (ATN)
Discussion about this post