ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan ekonomi Asia tumbuh 7,1% tahun ini. Proyeksi ini berubah dari sebelumnya 7,3%.
Perubahan ini dipengaruhi oleh kondisi bahwa pemulihan ekonomi di sebagian negara Asia belum merata akibat dampak pandemi Covid-19 dan aturan restriksi.
Lebih jauh, ADB juga memandang pertumbuhan moderat sebesar 5,4% di Asia pada 2022 karena Asia dinilai masih tetap rentan terhadap penyebaran jumlah kasus baru dari varian baru. Dengan adanya varian baru itu membuat beberapa negara kembali memberlakukan kebijakan seperti pembatasan ketat dan aturan restriksi lainya yang berdampak pada perlambatan ekonomi.
Menurut Pilarmas Investindo Sekuritas, perlambatan pemulihan telah terlihat pada tingkat ekspor Asia Timur yang melemah. Secara detail, ADB merinci proyeksi pertumbuhan di China sebagai ekonomi terbesar di Asia tetap 8,1% pada 2021 dan menjadi 5,5% pada 2022. Untuk Asia Tenggara juga diproyeksi menurun menjadi 3,1% dari 4,4%, penurunan tersebut didorong oleh melambatnya pertumbuhan di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
“Dampak penyebaran jumlah kasus baru di kawasan Asia Tenggara dinilai memberikan tekanan yang cukup besar pada awal tahun ini. Hal ini diikuti dengan penutupan beberapa pabrik di kawasan tersebut sehingga memberikan hambatan pada rantai pasok dunia,” ulas Pilarmas dalam riset harian, Jumat (24/9/2021).
Pilarmas memandang, kebijakan yang diberikan pemerintah seharusnya tidak hanya terpaku kepada pembatasan dan vaksinasi, tetapi juga pada dukungan berkelanjutan untuk perusahaan dan rumah tangga dan reorientasi sektor.
Adapun menurut ADB, hasil riset menunjukan bahwa progres vaksinasi yang tidak merata membuat jalur pertumbuhan terpecah. ADB menemukan bahwa negara-negara yang dapat menyelenggarakan vaksinasi lebih cepat dan menekan penyebaran virus dapat menghindari aturan pembatasan aktivitas yang ketat sehingga dapat memanfaatkan permintaan global. Disisi lain, tingkat inflasi diproyeksikan tetap terjaga hingga akhir tahun. Inflasi regional diperkirakan sebesar 2,2% tahun ini sebelum meningkat menjadi 2,7% pada 2022.
“Kebangkitan wabah tetap menjadi risiko utama. Namun, pembuat kebijakan juga harus memperhatikan risiko lain, termasuk perubahan iklim, geopolitik, dan kondisi keuangan yang semakin ketat,” demikian laporan Pilarmas. (ATN)
Discussion about this post