ASIATODAY.ID, JAKARTA – Mineral kritis diyakini akan memegang peranan yang sangat vital dan strategis bagi seluruh negara guna mendukung era transisi energi dari energi fosil menjadi energi terbarukan.
Mineral Kritis juga memiliki nilai sangat tinggi karena jarang, sulit diekstraksi dalam jumlah yang ekonomis, serta tidak mudah digantikan dengan logam atau bahan lain.
Hal tersebut disampaikan Direktur Program Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Tri Winarno dalam acara side event ASEAN Energy Business Forum (AEBF) bertajuk “Critical Minerals: Opportunities And Challenges for ASEAN” di Bali Nusa Dua Convention Center, Bali.
“Mineral Kritis sebagai bahan baku industri pembuatan panel surya, turbin angin, dan industri baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik, dan juga storage untuk pembangkit energi baru terbarukan (EBT),” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi ESDM, Sabtu (26/8/2023).
Dengan peran vital dan tingginya nilai mineral kritis tersebut, Tri mengatakan, akan timbul suatu tantangan dalam hal penyediaan pasokan di tingkat global.
Tantangan lainnya, kata dia, adalah bagimana negara-negara ASEAN dapat mengeksplorasi lebih jauh sumber daya mineral kritis yang ada, dengan konfigurasi geologi di kawasan ini.
Tri menambahkan, hilirisasi mineral di ASEAN juga menjadi tantangan lain di mana negara-negara Asia Tenggara harus menguasai teknologi pemurnian mineral untuk membantu pengembangan hilirisasi di masa depan.
Untuk itu, kata dia, diperlukan kolaborasi negara-negara di ASEAN, mengingat negara anggota ASEAN merupakan negara yang dikenal memiliki beragam jenis deposit mineral dan potensi yang sangat besar.
“Perlu kolaborasi untuk berbagi praktik kebijakan terbaik, mengidentifikasi bidang-bidang utama, memaksimalkan sumber daya alam dan cadangan yang dimiliki. Serta dengan mendiskusikan peluang kerja sama regional yang lebih besar, dengan tujuan untuk membuka potensi mineral kritis di kawasan ASEAN,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan bahwa selaku Holding BUMN industri pertambangan di Indonesia, pihaknya ditugasi pemerintah untuk mengelola dan hilirisasi sumber daya mineral, serta menjadi bagian dalam transisi energi, dengan menjaga rantai pasok komoditas yang dihasilkan dari mineral kritis, yang merupakan bahan baku dalam pengembangan EBT.
Karena itu, kata dia, tantangan yang ada dalam pengelolaan mineral kritis harus bisa dijadikan peluang untuk mewujudkan ketahanan energi di masa mendatang.
“Dalam menghadapi tantangan geografis dan teknologi dari mineral kritis dan ekonomi sirkular untuk ekstraksi total, kolaborasi dan/atau aliansi negara-negara yang kaya akan mineral dan teknologi diperlukan untuk membangun industri energi bersih yang tangguh dan berkelanjutan,” tandasnya. (ATN)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post