ASIATODAY.ID, JAKARTA – PT Angkasa Pura II (Persero) menegaskan komitmennya dalam menerapkan konsep eco-friendly airport atau green airport yang ramah lingkungan.
Komitmen tersebut ditandai dengan kick off meeting untuk merumuskan Sistem Manajemen Energi guna memperoleh sertifikat global ISO 50001 untuk Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Kick off dilakukan bersama Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan MTR3-United Nations Development Programme (UNDP). Nantinya, Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta akan menjadi bandara pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang memiliki sertifikat global ISO 50001.
Secara umum, institusi yang berhasil mendapat standar global ISO 50001 menandakan bahwa institusi tersebut memiliki sistem manajemen energi untuk menetapkan kebijakan energi, tujuan, target energi, rencana aksi dan proses yang fokus pada efisiensi energi antara lain dengan memanfaatkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin mengatakan perseroan membutuhkan Sistem Manajemen Energi sesuai sertifikat global ISO 50001 sebagai pakem baru dalam pengembangan eco-friendly airport.
“Kami perlu tata cara, strategi, dan SOP (standard operating procedure) yang baru. Jangan mengelola hal baru dengan cara lama. Dibutuhkan cara baru untuk mempercepat penerapan eco-friendly airport di bandara AP II. Karena, penggunaan energi baru dan terbarukan secara masif sudah di depan mata,” ujar Awaluddin, dalam keterangan resminya, Jumat (12/2/2021).
Ia mengatakan konservasi energi menjadi prioritas bagi AP II sebagai upaya antisipasi perusahaan terhadap isu perubahan iklim global. Konsep eco-friendly airport sebenarnya telah dilakukan perseroan dengan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Bandara Soekarno-Hatta.
PLTS itu tepatnya di Gedung Airport Operation Control Center (AOCC) dan layanan taksi listrik yang dioperasikan Grab dan Blue Bird. Bandara Soekarno-Hatta akan menjadi point of interest untuk penggunaan energi baru dan terbarukan.
Awaluddin mengatakan Sistem Manajemen Energi berstandar global ISO 50001 ini juga merupakan upaya dalam menekan biaya operasional.
“Situasi sulit di tengah pandemi ini memberi kami pembelajaran, ditemukan resep baru pengelolaan bandara yang dapat menekan biaya operasional, salah satunya adalah Sistem Manajemen Energi sesuai ISO 5000,” tutur dia.
Adapun sistem manajemen energi untuk Terminal 3 ini nantinya juga dapat digunakan di bandara-bandara lainnya. Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta merupakan terminal penumpang pesawat terbesar di Indonesia dengan kapasitas mencapai 25 juta penumpang per tahun.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBTKE Luh Nyoman Puspa Dewi mengatakan, sampai saat ini di Indonesia baru terdapat 113 perusahaan yang mendapat sertifikat global ISO 50001 terdiri dari dua sertifikat diberikan ke bangunan atau gedung, 64 sertifikat ke perusahaan industri, dan 47 sertifikat ke perusahaan energi.
“Ini bertujuan mencapai penghematan energi dan penurunan gas rumah kaca. Kegiatan ini (sertifikasi ISO 50001) juga dapat berdampak pada kinerja AP II, seperti cost efficiency,” ujar Luh.
Lebih lanjut, ia menuturkan konservasi energi menjadi salah satu prioritas utama bagi banyak perusahaan energi dan perusahaan milik negara di Indonesia seiring dengan upaya pemerintah untuk mendorong perusahaan mengadopsi produktivitas lebih baik dengan emisi dan limbah lebih sedikit.
Sementara itu, Manajer Proyek Nasional MTRE3-UNDP Boyke Lakaseru mengatakan, pihaknya akan memberikan pendampingan dan dukungan teknis agar Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dapat memperoleh sertifikat ISO 50001.
Boyke Lakaseru menuturkan ada tiga hal yang akan dilakukan dalam merumuskan Sistem Manajemen Energi untuk meraih sertifikat ISO 50001.
Pertama adalah menentukan kerangka kerja detail dan kerangka waktu (work plan & timeline). Lalu kedua, pemetaan profil perusahaan terkait energi, dan ketiga antara lain laporan pemetaan final Sistem Manajemen Energi dan Sertifikasi ISO 50001 oleh TUV SUD di tahun pertama.
Adapun perumusan Sistem Manajemen Energi untuk Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara AP II dan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM tentang penerapan konservasi energi dan pemanfaatan energi terbarukan secara berkelanjutan pada bandara udara. (ATN)
Discussion about this post