ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bencana banjir Mengepung Indonesia dari berbagai penjuru. Defisit ekologi yang kian parah, kini menjadi sorotan. Pasalnya, hilangnya keseimbangan alam mengakibatkan bencana banjir tak terhindarkan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melaporkan, sebanyak 275 bencana alam banjir terjadi selama periode berjalan 2021 hingga Sabtu (20/2/2021) pukul 15:00 WIB.
BNPB melaporkan sebanyak 532 kejadian bencana sampai dengan Sabtu (20/2/2021) pukul 15:00 WIB. Kejadian bencana alam banjir sebanyak 275 mendominasi catatan periode 1 Januari 2021 — 20 Februari 2021.
Selain banjir, kejadian bencana puting beliung sebanyak 107 dan tanah longsor 106 mengekor di posisi kedua dan ketiga. Bencana alam telah menyebabkan 2.782.350 jiwa terdampak dan mengungsi.
Adapun, BNPB melaporkan sebanyak 243 jiwa meninggal dan 7 hilang serta 12.014 jiwa luka-luka.
BNPB mencatat bencana alam yang terjadi sepanjang 2021 telah menyebabkan kerusakan. Setidaknya, sebanyak 51.253 rumah rusak dan 1.326 fasilitas rusak sampai dengan Sabtu (20/2/2021).
Lebih detail, data BNPB menunjukkan sebanyak 4.590 rumah rusak berat, 5.469 rumah rusak sedang, dan 41.194 rumah rusak ringan. Selanjutnya, 631 fasilitas pendidikan rusak, 548 fasilitas peribadatan rusak, dan 147 fasilitas kesehatan rusak.
Sampai dengan Sabtu (20/2/2021), sebaran kejadian bencana alam terbanyak terjadi di Pulau Jawa. Wilayah Jawa Barat menjadi yang tertinggi dengan 121 kejadian bencana alam.
Berdasarkan data Global Footprint Network tahun 2020, Indonesia telah mengalami defisit ekologi hingga 42 persen. Angka ini menunjukkan, konsumsi terhadap sumberdaya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang.
“Kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia masih belum memperhatikan modal alam secara serius,” ungkap guru besar IPB University dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Prof Dr Akhmad Fauzi, dilansir dari laman IPB University, baru-baru ini.
Menurut Akhmad, saat ini indeks modal alam Indonesia masih rendah yaitu di urutan 86. Padahal negara tropis umumnya ada di peringkat 10 besar urutan index modal alam.
“Terdapat kerusakan yang cukup masif pada alam di Indonesia. Kerusakan alam ini misalnya disebabkan oleh alih fungsi lahan. Laju pencemaran lingkungan khususnya air juga tinggi. Selain itu keberagaman alam juga sudah semakin berkurang. Hal ini membuat perekonomian nasional kita melemah. Mengabaikan modal alam berakibat memperbesar angka ketimpangan ekonomi,” jelas Akhmad.
Akhmad menegaskan bahwa, pembangunan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kelestarian lingkungan. Selain itu, kearifan lokal yang ada di masyarakat juga harus diperhatikan dengan baik.
“Biasanya pembangunan yang menyertakan kearifan lokal masyarakat akan selaras dengan kelestarian lingkungan. Sehingga penting bagi Indonesia untuk melakukan upaya dalam memperbaiki paradigma pembangunan ke arah yang lebih berkelanjutan,” imbuh Akhmad.
Dalam merespons kebijakan saat ini, Akhmad memandang pemerintah Indonesia perlu melakukan reorientasi pengelolaan modal dalam pembangunan wilayahnya melalui beberapa strategi.
Strategi pertama, adalah dengan mengembangkan faktor untuk meningkatkan kompleksitas produktivitas sumberdaya untuk meningkatkan nilai tambah sebuah produk.
Kedua, adalah memanfaatkan sumberdaya dengan kearifan lokal yang ada di masyarakat. Selama ini, ekstraksi sumberdaya alam sering menimbulkan fenomena hysterisis, yaitu dampaknya yang berlangsung lama meski penyebabnya sudah diatasi.
“Misalnya dampak akibat penggundulan hutan. Strateginya adalah menggunakan pengetahuan lama untuk melakukan sebuah terobosan baru. Membangkitkan ekonomi daerah lewat sumberdaya lokal, membangkitkan perekonomian daerah,” jelasnya.
Strategi lain terkait dengan harga sumber daya alam di pasar yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya yang di alam. Karena itu, penting untuk memahami biaya yang harus dibayar oleh generasi selanjutnya akibat kerusakan dari alam.
“Ekstraksi sumberdaya alam bukan hanya untuk satu generasi saja. Tata kelola modal alam harus terus diperbaiki untuk kesejahteraan generasi saat ini dan mendatang,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post