ASIATODAY.ID, JAKARTA – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan bahwa hilirisasi industri mampu meningkatkan hasil ekspor Indonesia, salah satunya komoditi nikel.
Jokowi mengatakan, nilai ekspor komoditas nikel dapat bertambah dari Rp15 triliun menjadi Rp360 triliun setelah proses hilirisasi.
“Saya kasih contoh bolak-balik nikel. Saat masih ekspor bahan mentah setahun nilainya kira-kira hanya Rp15 triliun, setelah masuk ke industrialisasi, hilirisasi, menjadi US$20,9 juta, ini sudah diangka Rp360 triliun. Dari Rp15 triliun melompat menjadi Rp360 triliun, itu baru satu barang kita miliki,” kata Jokowi saat berbicara dalam forum Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10/2022).
Jokowi juga menyinggung potensi aspal di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Dia menyebut bahwa terdapat deposit aspal di daerah tersebut yang mencapai 662 juta ton.
Menurut Jokowi, 662 juta ton aspal tersebut dulunya pernah diolah di Pulau Buton itu, hanya saja pengolahan aspal tersebut terhenti. Pengusaha cenderung lebih memilih impor aspal karena alasan lebih murah.
“Katanya aspal impor lebih murah sehingga yang terjadi 95 persen aspal kita itu aspal impor padahal punya deposit di buton 662 juta ton, ini bener,” ujarnya.
Jokowi pun menegaskan akan memberikan waktu selama 2 tahun untuk memberhentikan impor aspal.
“Saat di lapangan saya sampaikan dua tahun lagi saya beri waktu stop impor aspal semua harus disuplai dari pulau Buton,” tegasnya.
Dengan menghentikan impor aspal, kata Jokowi, ini akan membuka peluang investasi di Pulau Buton, di mana bisa segera dibangun industri aspal.
“Pasarnya jelas ada di dalam negeri dan sebagian bisa diekspor. Kebutuhan kita 5 juta ton, kalau 5 juta ton per tahun, kita masih memiliki 120 tahun mengelola aspal buton,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jokowi menekankan bahwa hilirisasi merupakan kunci untuk Indonesia maju atau melompat ke arah tersebut. Oleh karena itu, ia juga akan melarang ekspor bahan mineral mentah lainnya, seperti timah, bauksit, tembaga, hingga aspal, dan mendorongnya untuk masuk ke proses hilirisasi.
“Setelah nikel setop, aspal, setop bauksit, tembaga karena pajak, royalti, dividen akan masuk ke dalam negeri. Tidak dinikmati orang luar kita,” tegasnya.
Di sisi lain, Jokowi juga mengungkapkan bahwa keberhasilan pemerintah mengakuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) telah meningkatkan pendapatan negara. Dulunya negara hanya memperoleh 9 persen dividen dari PTFI, tetapi setelah mengambil alih 51 persen saham PTFI negara mendapat pendapatan lebih besar melalui pajak dividen, royalti, bea ekspor, dan PNBP.
“Saya suruh hitung berapa jumlahnya? 70 persen dari pendapatan yang ada di Freeport. Artinya, negara betul-betul dapat,” tandas Jokowi.
Tingkatkan Optimisme dalam Pengendalian Inflasi
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk tetap menjaga optimisme dalam menghadapi ketidakpastian global. Situasi yang penuh dengan ketidakpastian ini mengharuskan suatu negara untuk dapat mengelola moneter dan fiskal dengan baik.
“Inilah yang sering disampaikan, membayar harga dari sebuah perang yang harganya sangat mahal sekali. Tetapi dengan ketidakpastian yang tadi saya sampaikan, kita harus tetap optimistis, harus optimistis itu, tetapi, hati-hati dan waspada. Karena apa pun angka-angka yang kita miliki, Indonesia, pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua kita termasuk yang terbaik di dunia, 5,44 persen,” ujar Presiden
Selain itu, lanjut Presiden, hingga saat ini kondisi inflasi dan moneter di tanah air masih terkendali. Ini ditopang oleh hubungan antara otoritas moneter dan fiskal, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang berjalan beriringan dan tidak tumpang tindih.
“Ini juga tetap harus kita syukuri karena kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain sekarang ini di Argentina sudah 83,5 persen dengan kenaikan suku bunga sudah 3.700 basis point. Kita inflasi 5,9 (persen) dengan perubahan suku bunga kita di 75 basis point. Artinya, moneter kita masih pada posisi yang bisa kita kendalikan, ujarnya.
Presiden juga menyampaikan bahwa pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus mengendalikan inflasi.
Pertama, menyalurkan bantuan sosial senilai Rp502 triliun berupa kompensasi dan subsidi.
“Pemerintah juga memberikan bantuan sosial baik berupa kompensasi dan subsidi ini besarnya luar biasa, Rp502,6 triliun, ini angka yang gede sekali. Tetapi ya inilah karena kita ingin konsumsi tetap, konsumsi masyarakat tetap terjaga, daya beli masyarakat tetap terjaga, ya bayarannya ini Rp502 triliun,” ujarnya.
Kedua, pengendalian inflasi secara makro dan mikro. Presiden mencontohkan, pengendalian inflasi dapat dilakukan tidak hanya dengan menaikkan suku bunga BI tetapi juga dengan memberikan kewenangan kepada daerah untuk menggunakan dua persen dana transfer umum dan belanja tidak terduga untuk pengendalian inflasi, salah satunya dengan subsidi transportasi.
“Caranya? Ini misalnya ada kenaikan bawang merah di sebuah provinsi, Lampung misalnya. Sumber bawang merah di mana? Brebes. Karena harga bawang merah naik di Lampung, sudah, pemda bisa beli langsung ke Brebes atau menutup ongkos transportasi dari Brebes ke Lampung, itu dibebankan di APBD. Setelah kita hitung-hitung juga biayanya biaya yang sangat murah,” ujarnya. (ATN)
Discussion about this post