ASIATIDAY.ID, JAKARTA – Data kematian Covid-19 di Indonesia menjadi sorotan serius. Pasalnya, selama 3 bulan proses pendataan informasi Covid-19, angka kematian masih timpang karena belum merefleksikan kondisi yang sesungguhnya.
Inisiator Laporcovid19.org, Irma Hidayana, MPH, Ph.D, memandang, jumlah kematian berdasarkan data-data terbaru yang direkap oleh para relawan data dan laporan warga dan dibandingkan dengan data pemerintah masih terjadi ketimpangan.
Padahal data yang akurat dan transparan merupakan kunci memahami kondisi yang riil dan seharusnya menjadi dasar bagi kebijakan yang berdampak bagi keselamatan warga.
Berdasarkan Panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang pencatatan kematian Covid-19 menyebutkan bahwa, mereka yang meninggal dengan gejala diduga Covid-19 harus dicatat sebagai kematian Covid-19.
“Artinya ODP dan terutama PDP yang meninggal mesti dicatat sebagai kematian Covid-19. Namun hingga saat ini pemerintah belum mencatatnya sebagai kematian terkait Covid-19,” terang Irma melalui keterangan tertulisnya, Rabu (3/6/2020).
Alhasil data kematian yang dipublikasikan secara resmi tidak merefleksikan angka yang ada di lapangan. Akibatnya, data resmi yang ada tidak bisa digunakan untuk mengukur rasio kematian akibat Covid-19 yang sesungguhnya.
Imbasnya, data yang ada tidak bisa digunakan sebagai basis untuk persiapan pelonggaran tatanan kehidupan baru atau ‘new normal’.
Data yang dikumpulkan menunjukkan adanya lonjakan dan kesenjangan antara tingginya jumlah PDP yang meninggal versus angka positif Covid-19 di beberapa wilayah.
Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk melihat kesenjangan ini adalah dengan mengetahui kapasitas dan jumlah nyata tes PCR yang dilakukan setiap hari di wilayah tersebut.
“Sayangnya, data ini tidak tersedia secara terbuka di semua wilayah,” sambung Irma.
Adapun data resmi terhadap kapasitas dan jumlah tes PCR yang bisa diakses hanya DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pada 30 Mei, misalnya, DKI melakukan tes PCR sebanyak 138.999 per hari, sementara Pemprov Jabar melakukan lebih dari 15.363.
Pasalnya Pemprov Jabar melakukan sekitar 2.500 tes PCR per hari dari kapasitas 5.000. Sementara itu, data nasional menunjukkan bahwa jumlah total spesimen yang diperiksa per 30/05 mencapai 11.361.
Dengan demikian DKI Jakarta dan Jabar menyumbangkan jumlah tes PCR sebesar 254.358 atau sekitar 22 persen dari jumlah tes PCR di seluruh Indonesia.
Pada sisi lain, pemerintah juga menyatakan ada 102 kabupaten/kota yang tidak terdampak Covid-19.
Terkait hal ini, Laporcovid19.org meminta pemerintah lebih transparan mengenai jumlah tes yang telah dilakukan di tiap daerah, sehingga jumlah kasus di daerah tersebut benar-benar bisa diukur, bukan karena minimnya pemeriksaan yang dilakukan.
“Sebagai contoh, Aceh yang saat ini dianggap sukses mengendalikan wabah dengan minimnya kasus, berdasarkan informasi yang kami dapatkan ternyata baru melakukan pemeriksaan 3-15 spesimen per hari,” ungkap Irma.
Relawan Laporcovid19.org sejauh ini telah mengumpulkan data terkait kasus Covid-19 di 479 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Berdasarkan data yang dikompilasi pada 29 Mei 2020, Laporcovid-19 menemukan, pelaporan data kematian terkait Covid-19 masih tidak seragam karena tidak semua kabupaten dan kota serta provinsi mencatat angka kematian terduga Covid-19.
Menurut Irma, berdasarkan data yang dikumpulkan, hanya 21 dari 34 provinsi yang memiliki pencatatan tentang data PDP yang meninggal.
“Jika mengikuti anjuran WHO untuk pencatatan kematian Covid-19, kami hanya bisa menghimpun pencatatan data kematian dari 22 provinsi saja,” jelasnya.
Irma mengungkapkan, masih terdapat 10 provinsi yang tidak memiliki data ODP/PDP meninggal antara lain; Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Maluku, Maluku Utara, NTB, dan Sulawesi Tengah.
Selain itu, dari data kematian per 29 Mei 2020, jumlah total kematian kasus terduga Covid-19 masih jauh lebih tinggi dari jumlah kematian positif Covid-19 di 34 provinsi. Perbandingannya masih lebih dari 3.5 lipat. Pencatatan ini masih konsisten dengan temuan perbandingan angka kematian sejak 9 Mei-15 Mei.
Kematian positif Covid-19 sebesar 1.503 alias 23 persen dan kematian ODP + PDP sebesar 5.021 alias 77 persen, sehingga total kematian terkait Covid-19 mencapai 6.323.
Irma pun menyimpulkan, saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan berakhir. Namun jumlah kasus bertambah yakni di Makassar, Tegal dan Palangkaraya sudah mengakhiri PSBB sejak tanggal 21, 23 dan 24 Mei 2020.
“Nyatanya jumlah kasus tidak berkurang atau terkendalikan. Contohnya, ada 84 kasus positif baru di Makassar terhitung sejak tanggal 22 hingga 29 Mei 2020,” ungkap Irma.
Makassar sebagai kota dengan populasi penduduk tertinggi di Indonesia Timur itu mengalami peningkatan PDP aktif, dari 223 orang di 22 Mei 2020 menjadi 326 di 29 Mei 2020. Sementara, Palangkaraya, pada 4 hari setelah PSBB berakhir, jumlah kasus positif bertambah dari 31 menjadi 46.
Kasus lain, PSBB Tegal yang berakhir dengan sujud syukur bersama di alun-alun, pun masih menyisakan lonjakan di PDP meninggal dan Positif meninggal, yaitu dari 11 dan 1 orang menjadi 16 dan 3 orang.
“Sebelum 3 kota tersebut mengakhiri PSBB, kami tidak menemukan informasi apakah Pemerintah Kota telah melakukan kajian epidemiologi,” terang Irma. (ATN)
Discussion about this post