ASIATODAY.ID, WASHINGTON – Managing Director International Monetari Fund (IMF), Kristalina Georgieva dan Presiden World Bank Group, David Malpass menyampaikan bahwa, dunia saat sedang menghadapi risiko fragmentasi tahun ini dan tahun yang akan datang akibat krisis pangan, krisis energi, dan juga inflasi yang terus meningkat.
Oleh karena itu, peran menteri keuangan dan gubernur bank sentral di seluruh dunia menjadi begitu vital dalam mengambil langkah-langkah serta mendesain kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter yang mampu meredam dampak risiko fragmentasi ini.
“Saat ini, kami percaya setidaknya ada empat prioritas yang harus menjadi fokus negara-negara saat ini,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani dalam siaran persnya, Senin (17/10/2022).
Adapun empat prioritas tersebut yakni:
Pertama, memerangi tekanan inflasi sebagai akar penyebab ketidakstabilan ekonomi saat ini.
Kedua, memberikan bantuan fiskal yang tepat sasaran khususnya bagi kelompok rentan.
Ketiga, terus membangun kesinambungan pertumbuhan jangka panjang yang lebih kuat melalui reformasi struktural yang komprehensif.
Keempat, penguatan semangat multilateralisme, kerja sama, dan solidaritas.
Dalam kesempatan ini, Menkeu Sri Mulyani memastikan Indonesia akan terus menjaga dan mendesain kebijakan-kebijakan menjaga masyarakat dan mendorong denyut perekonomian.
Usai memimpin pertemuan FMCBG 20, Menkeu dan jajaran lanjut melakukan sejumlah kegiatan pada hari kelima rangkaian pertemuan tahunan IMF-World Bank. Salah satunya yakni pertemuan dengan Moody’s Anne Van Praagh dan Marie Diron.
Menkeu, Anne Van Praagh, dan Marie Diron membahas mengenai prospek perekonomian Indonesia ke depan dengan adanya kondisi peningkatan risiko global dalam pertemuan dengan Moody’s.
Pada penilaian terakhir 10 Februari 2022, Moody’s yang merupakan lembaga pemeringkat terkemuka internasional memberikan Indonesia predikat sebagai negara dengan perekonomian yang cukup stabil di tengah situasi global yang bergejolak.
IMF-ASEAN Roundtable
Menkeu Sri Mulyani juga memberikan pidato penutup dalam pertemuan IMF-ASEAN Roundtable. Dalam forum ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota ASEAN membahas mengenai upaya para pembuat kebijakan untuk menyeimbangkan antara menekan inflasi dan mendorong pemulihan ekonomi, ketahanan ASEAN terhadap kebijakan pengetatan moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, cara menggunakan kebijakan makroprudensial untuk menghadapi kebijakan normalisasi moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, dan burden sharing antara kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam intervensinya, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan ASEAN harus terus melindungi perekonomian dari dampak negatif dinamika global.
“Dalam Laporan World Economic Outlook (Oktober 2022), IMF telah merevisi turun prospek pertumbuhan ASEAN-5 pada 2023 sebesar 0,2 poin persentase menjadi 4,9 persen. Sebagian besar negara di kawasan ini diproyeksikan tumbuh lebih lambat pada 2023 dari yang diperkirakan semula karena permintaan global yang melambat. Namun, secara keseluruhan prospek wilayah ini tetap relatif lebih baik daripada banyak wilayah lainnya,” jelasnya.
Untuk mempertahankan pemulihan, ASEAN harus terus memprioritaskan kebijakan yang melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga, memberikan kepercayaan kepada sektor bisnis, dan bertujuan membangun fondasi yang lebih kuat untuk pembangunan jangka menengah dan panjang melalui reformasi struktural. (ATN)
Discussion about this post