ASIATODAY.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi di kuartal II-2020 terendah sejak 1999. Saat itu krisis keuangan melanda Asia dan berdampak terhadap ekonomi dunia.
Sementara pada kuartal II-2020, ekonomi Indonesia tumbuh negatif 5,32 persen secara year on year (yoy) lantaran tekanan pandemi Covid-19.
“Ini terendah sejak kuartal I-1999, pada waktu itu ekonomi terkontraksi 6,13 persen,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam video conference di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan membaik di kuartal selanjutnya. Apalagi pemerintah telah menyiapkan berbagai stimulus untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
“Mari kita berharap ini hanya satu-satunya yang kontraksi. Kita berharap kuartal III jauh lebih membaik ekonominya dibandingkan dengan kuartal II,” imbuhnya.
Dibandingkan kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tumbuh negatif 4,19 persen. Sementara secara kumulatif untuk semester I-2020, ekonomi Indonesia tumbuh minus 1,26 persen dibandingkan dengan semester I tahun lalu.
Seluruh komponen pertumbuhan ekonomi juga mencatat pertumbuhan negatif di kuartal II-2020, yaitu konsumsi rumah tangga minus 5,51 persen, investasi minus 8,61 persen, ekspor minus 11,66 persen, konsumsi pemerintah minus 6,9 persen, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) minus 7,76 persen, dan impor minus 16,96 persen.
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, resesi baru terjadi ketika pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif selama dua kuartal berturut-turut. Namun perhitungan resesi bagi Indonesia sebaiknya menggunakan pertumbuhan ekonomi tahunan bukan per kuartal.
“Untuk data PDB yang sudah dilakukan penyesuaian musiman, maka pada umumnya, resesi teknis didefinisikan sebagai pertumbuhan kuartalan mengalami pertumbuhan yang negatif dua kuartal berturut-turut,” kata Josua di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Jika merujuk pada data PDB Indonesia yang masih belum menghilangkan faktor musiman, maka Indonesia secara teknikal belum mengalami resesi.
“Kalau di AS, dan negara maju lainnya, kuartal to kuartal pertumbuhannya sudah cyclically adjusted (penyesuaian musiman). Tapi karena perilaku konsumsi, investasi dan perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh faktor musiman seperti panen raya, Idulfitri, Natal, tahun ajaran baru sekolah, jadi akan tepat dan objektif kalau kita menggunakan pertumbuhan yoy tahunan,” jelasnya.
Josua mengungkapkan, Indonesia pernah dua kali mengalami resesi yakni pada 1960 dan 1998. Pada periode itu perekonomian Indonesia dianggap resesi karena ekonomi terkontraksi sepanjang 1962-1963 dan diikuti oleh hyperinflation atau inflasi yang tak terkendali.
Kemudian pada 1998, perekonomian Indonesia juga mengalami resesi sejalan dengan kontraksi ekonomi pada kuartal I-1998 hingga kuartal I-1999.
Penyebab resesi ini didahului oleh krisis keuangan di Thailand yang kemudian berdampak pada pelemahan rupiah dan mengakibatkan kenaikan utang luar negeri Indonesia. (ATN)
Discussion about this post