ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia saat ini sedang menghadapi ancaman darurat kesehatan mental, sehingga perlu menjadi perhatian serius seluruh elemen.
Salah satu yang menjadi sorotan, yakni Undang-Undang (UU) Kesehatan yang dipandang perlu mengakomodasi masalah ini.
Menurut Ketua Komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK), Maria Ekowati, sejak penggunaan media sosial meningkat, banyak diskusi tentang isu kesehatan mental naik ke permukaan.
Pasalnya, banyak peneliti telah mengamati bahwa kondisi kesehatan mental penduduk Indonesia perlu mendapat perhatian yang lebih dalam, khsusunya dikalangan generasi muda.
“Kami banyak sekali melihat terjadinya flexing, bullying, kekerasan, yang dilakukan bukan hanya dari orangtua kepada anak, tetapi juga anak terhadap temannya. Hal ini berkaitan dengan faktor mental,” kata Maria dalam acara Media Briefing bertajuk ‘Pentingnya Kesehatan Mental untuk Cegah Bullying dan Flexing’ di kawasan Jakarta Selatan pada Jumat, (26/5/2023).
Salah satu yang menjadi problem besar kata Maria, masalah kesehatan mental kaum remaja di Indonesia yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Merujuk pada data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey pada tahun 2022, Maria mengungkap, 1 dari 20 remaja Indonesia memiliki gejala gangguan mental.
Survei yang sama juga menunjukkan bahwa gangguan cemas paling banyak dialami oleh remaja, tidak memandang jenis kelamin dan usia.
“Kami ingin memastikan masyarakat memahami bahwa kesehatan fisik harus dibarengi dengan kesehatan mental,” imbuh Maria.
Lebih jauh Maria mengungkapkan, dari banyaknya gangguan kesehatan mental pada penduduk Indonesia, kepribadian narsistik dan flexing termasuk ke dalamnya.
Adapun kepribadian narsistik adalah kondisi gangguan kepribadian di mana seseorang merasa dirinya paling penting, sangat membutuhkan perhatian, dan kekaguman terhadap diri sendiri yang berlebihan, seperti melansir laman Kementerian Kesehatan RI.
Sementara itu, merujuk pada penjelasan Maria, flexing adalah perilaku di mana seseorang menunjukkan atau memamerkan perasaan bangga atau senang terhadap sesuatu yang dilakukan atau dimiliki secara berlebihan.
Misalnya, memamerkan status sosial yang tinggi, kekayaan yang dimiliki. Flexing ini adalah perilaku pamer yang berlebihan tentunya. Kalau kita merasa bangga atau senang secukupnya, itu sesuatu yang wajar,” ungkapnya.
Menurutnya, pola asuh sejak masa kecil berperan penting dalam pembentukan gangguan kepribadian narsistik dan flexing.
Meski begitu, lanjut Maria, lingkungan sekitar seseorang seiring pertumbuhan juga dapat memengaruhi terbentuknya gangguan kepribadian ini.
Tapi, manusia itu fleksibel. Selama pertumbuhan dan perkembangannya, bisa juga ia dipengaruhi oleh lingkungannya,” katanya.
Benahi UU Kesehatan
Maria menegaskan, pihaknya sedang mendorong pemerintah untuk memasukkan isu kesehatan mental dalam pembahasan Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Sejauh ini kata dia, WIK aktif melakukan tiga bentuk tindakan nyata yang juga menjadi ajakan untuk masyarakat dan pemerintah, antara lain: Mendukung pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada kesehatan mental, Menggerakan edukasi dan promosi tentang kesehatan mental sejak usia dini dan Mengajak masyarakat turut bersama mengampanyekan promosi kesehatan mental.
Akses Layanan Rendah
Salah satu faktor yang memicu tingginya angka masalah kesehatan mental di Indonesia kata Maria, juga disebabkan oleh rendahnya akses terhadap layanan kesehatan mental.
Idealnya, layanan kesehatan mental, menjadi satu dengan layanan kesehatan fisik dan tidak dipisahkan seperti saat ini dengan adanya rumah sakit jiwa,” jelasnya.
Oleh karena itu, komunitas kami menegaskan pentingnya edukasi publik secara masif tentang kesehatan mental,” Maria menambahkan.
Maria mengatakan, pihak WIK telah berdiskusi dengan Komisi IX DPR RI yang memiliki lingkup tugas di bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
“Kami juga sudah kami juga sudah berbicara dengan Komisi IX sebagai regulator. Kami sudah melakukan pemaparan mengenai kepedulian kami terhadap kesehatan mental. Dari Komisi IX, kami mendapatkan sambutan yang baik,” imbuhnya.
Tentang WIK
Sebagai ferensi, Komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK) adalah komunitas perempuan yang didirikan pada tahun 2022 oleh Maria Ekowati, Wiwiek Hargono, Anastasia Puji Rahyuningtyas, dan Rahayu Setiowati.
Komunitas ini bertujuan untuk memberi ruang kepada perempuan untuk makin kreatif, responsif, empati, dan nyata. Dengan begitu, perempuan dapat mandiri secara ekonomi, kepribadian, ideologi, serta spiritual.
Diketuai oleh Maria Ekowati, WIK telah melakukan serangkaian edukasi dan promosi pemberdayaan perempuan. Intervensi kesehatan mental di berbagai daerah di Indonesia adalah salah satu di antaranya. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post