ASIATODAY.ID, JAKARTA – Harga nikel jatuh untuk tiga perdagangan berturut-turut dipicu oleh tanda-tanda melemahnya prospek permintaan logam dari China sebagai konsumen terbesar di dunia meskipun stok cadangan nikel terus terkontraksi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (9/10/2019) hingga pukul 13.09 WIB, harga nikel di bursa LME bergerak melemah 0,1% menjadi US$17.445 per ton. Adapun, sepanjang tahun berjalan 2019, nikel telah bergerak menguat tajam sebesar 64,39%.
Mengutip riset terbaru Citigroup, premi yang negatif dan arbitrase impor di China akhirnya menjadi bearish terhadap harga nikel di LME, logam dasar yang bekinerja terbaik pada tahun ini di tengah tekanan ketegangan dagang AS dan China.
“Nikel terlihat semakin mudah untuk mendapatkan paparan sentimen penurunan makro karena fundamental nikel mulai melemah, walaupun risiko berbalik arah masih ada,” tulis Citigroup dalam publikasi risetnya.
Adapun, prospek permintaan logam melemah akibat hubungan AS dan China memburuk menjelang pembicaraan perdagangan tingkat tinggi kedua negara di Washington pada pekan ini.
Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pembatasan visa sehari setelah Departemen Perdagangan AS mengutip perlakuan buruk terhadap Muslim Uighur di China dan memutuskan untuk menambah 20 biro keamanan publik China dan 8 perusahaan teknologi China ke dalam daftar hitam perdagangan.
Presiden AS Donald Trump juga mengatakan bahwa tarif impor China yang sebelumnya telah ditunda akan naik pada 15 Oktober jika tidak ada kemajuan dalam negosiasi perdagangan pekan ini.
Di sisi lain, persediaan nikel di gudang yang dilacak oleh bursa LME kembali turun menjadi 8.166 ton sehingga hanya tersisa sebanyak 117.522 ton pada perdagangan Selasa (8/10/2019). Persediaan tersebut menurun terutama di kawasan Asia dan Belanda dan menjadi persediaan nikel di bursa LME terendah sejak Agustus 2012. (AT Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post