ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah melakukan pembelaan terhadap tuduhan circumvention yang ditujukan Otoritas Penyelidikan Anti-dumping dan Subsidi Vietnam (TRAV) kepada eksportir gula rafinasi Indonesia.
Kemendag sudah meminta saran dari World Trade Organization (WTO) untuk menyelesaikan tuduhan soal pengalihan barang anti-dumping tersebut.
“Kita menghadapi tuduhan circumvention dari Vietnam. Kita sudah melakukan konsultasi untuk memperjuangkan perusahaan-perusahaan dan industri kita,” kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Natan Kambuno melalui keterangannya, Jumat (26/11/2021).
Tuduhan itu berawal ketika Otoritas Penyelidikan Anti-dumping dan Subsidi Vietnam (TRAV) memulai penyelidikan anti-dumping dan subsidi terhadap gula asal Thailand pada tanggal 20 September 2020. TRAV kemudian mengenakan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dan Bea Masuk Subsidi/Imbalan Sementara (BMIS) sebesar 29,23 persen-44,23 persen terhadap impor gula dari Thailand sejak 9 Februari 2021.
Selanjutnya Vietnam mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sebesar 42,99 persen dan Bea Masuk Imbalan/Subsidi (BMI) sebesar 4,65 persen sejak 15 Juni 2021.
Akan tetapi, industri gula Vietnam menganggap pengenaan BMAD/BMADS maupun BMI/BMIS tersebut tidak terlaksana secara optimal. Gula asal Thailand diduga masuk ke pasar Vietnam melalui Indonesia, Malaysia, Laos, Kamboja, dan Myanmar untuk menghindari pengenaan hambatan dagang itu.
“Karena dikenakan anti-dumping, Thailand ekspor ke negara lain termasuk Indonesia, jadi gula dari Thailand itu diolah baru diekspor ke Vietnam, itu yang dituduhkan circumvention ke perusahaan Indonesia,” jelasnya.
Data Customs Vietnam menunjukkan sejak menginisiasi penyelidikan anti-dumping dan subsidi terhadap gula asal Thailand, pangsa impor gula dari Thailand menurun 95,7 persen menjadi 52,76 persen, sementara pangsa impor gula yang berasal dari kelima negara tersebut ke Vietnam meningkat dari 4,30 persen menjadi 47,24 persen.
“Kalau misalnya terbukti circumvention ditetapkanlah ini maka produk gula dari Indonesia akan kalah saing dengan gula lokal karena harus membayar anti-circumvention, itu lumayan besar,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan telah melakukan konsultasi kepada TRAV guna meminta klarifikasi atas legitimasi penyelidikan anti-circumvention terhadap ketentuan perdagangan internasional yang berlaku, serta metode penyelidikan yang digunakan.
“Saat ini eksportir-eksportir Indonesia yang dituduh tengah menyusun jawaban kuesioner yang diberikan TRAV. Pemerintah Indonesia juga akan mengirimkan submisi pembelaan kepada otoritas Vietnam,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post