ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah membebaskan 30.432 tahanan dari penjara ditengah pandemi wabah coronavirus (Covid-19).
“Tahanan yang sudah keluar dan bebas sebanyak 30.432 orang. Melalui asimilasi 22.412 orang dan integrasi 8.020 Narapidana dan Anak,” terang Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti, melalui keterangan tertulisnya yang diterima Minggu (5/4/2020).
Berdasarkan data Kemenkumham, Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah terbanyak yang membebaskan warga binaan dengan jumlah mencapai 6.348 orang, disusul Jawa Timur 2.524, Lampung 2.416, Jawa Tengah 2.003, dan Aceh 1.898.
Kebijakan pembebasan, asimilasi dan integrasi ini sebagai langkah Kemenkumham mengantisipasi penularan virus corona (Covid-19) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang melebihi kapasitas.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nugroho mengungkapkan, program asimilasi dan integrasi tersebut tidak berlaku bagi pelaku kejahatan tindak pidana luar biasa seperti teroris dan korupsi sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur pengetatan remisi.
Menkumham Yasonna Laoly pun berencana merevisi PP tersebut. Ia merinci setidaknya terdapat empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui proses asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.
Kriteria pertama, adalah narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun yang sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
Kriteria kedua, usulan pembebasan itu berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
Kriteria ketiga, narapidana tindak pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. “Itu harus dinyatakan oleh rumah sakit pemerintah,” terangnya.
Sedangkan kriteria terakhir berlaku bagi narapidana WNA asing sebanyak 53 orang.
Tidak Semua Koruptor Bisa Bebas
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengklarifikasi rencana pembebasan narapidana kasus korupsi untuk mencegah penyebaran virus corona (covid-19) di dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas).
Dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan, ia menyebutkan tidak semua narapidana koruptor akan bebas.
Menurut dia, ada kriteria yang ketat untuk hal tersebut, yakni usia napi yang lebih dari 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
“Sayangnya, sudah banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi, seolah napi korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas,” kata Yasonna melalui keterangan tertulisnya, Minggu (5/4/2020).
Yasonna mengatakan umur di atas 60 tahun itu merupakan pertimbangan kemanusiaan. Sebab, daya imun tubuh diusia tersebut cenderung lebih lemah. Namun, ia menegaskan, tidak berarti semua napi koruptor akan dibebaskan.
Berdasarkan data dari Lapas Sukamiskin Ditjen Permasayarakatan, napi lanjut usia kasus korupsi di Lapas Sukamiskin mencapai 90 orang. Setelah dikurangi dengan napi yang sudah menjalani 2/3 masa pidananya sampai 31 Desember 2020 hanya sebanyak 64 orang.
Ia menilai dari 64 napi yang memenuhi syarat 60 tahun dan 2/3 masa tahanan tersebut, yang menjadi perhatian publik, yakni pengacara OC Kaligis dan mantan Menteri ESDM Jero Wacik.
“Selebihnya, belum bisa dibebaskan karena belum memenuhi syarat 2/3 masa tahanan meskipun sudah berusia lebih 60 tahun,” jelasnya. (ATN)
Discussion about this post