ASIATODAY.ID, NATUNA – Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada Panglima TNI untuk mengambil langkah tegas terhadap kapal-kapal asing yang mencuri ikan di wilayah kedaulatan Indonesia, khususnya di perairan Laut Natuna, Kepulauan Riau.
Pasalnya, perairan Natuna merupakan hak berdaulat Indonesia atas sumber daya alam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Disini hadir bersama saya, ada Panglima TNI, Bakamla dan Angkatan Laut untuk memastikan penegakan hukum yang ada di sini,” kata Jokowi saat meninjau KRI Usman Harun 359 dan KRI Karel Satsuit Tubun 356 di Pangkalan Angkatan Laut Terpadu Selat Lampa, Rabu (08/01/2020).
Jokowi menegaskan wilayah Kepulauan Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepulauan tersebut beserta perairannya secara administratif termasuk dalam Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, yang menjadi kabupaten terluar di sebelah utara.
“Di Natuna ini penduduknya sebanyak 81 ribu jiwa, juga ada bupati dan gubernur Kepulauan Riau. Jadi jangan sampai justru kita sendiri bertanya dan meragukan. Dari dulu sampai sekarang Natuna ini adalah Indonesia,” tegas Jokowi.
Dia menegaskan tidak ada tawar-menawar wilayah kedaulatan Indonesia termasuk wilayah Kepulauan Natuna.
Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memerintahkan TNI Angkatan Laut (AL) mengusir kapal-kapal asing pencuri ikan. Kedaulatan Indonesia menjadi harga mati.
“Saya memerintahkan TNI AL untuk menghalau kapal-kapal asing yang mengambil ikan di wilayah ZEE (zona ekonomi eksklusif),” kata Hadi di Pangkalan TNI Angkatan Udara (AU) Raden Sadjad, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri).
Menurut Hadi, hingga saat ini tidak ada kapal asing yang masuk ke wilayah kedaulatan RI. Sementara itu, Indonesia memiliki wilayah teritorial 12 mil atau 19,3 kilometer dari garis pantai.
Panglima mengatakan, kapal-kapal asing boleh masuk ke wilayah ZEE. Di zona itu, kapal asing melaksanakan lalu lintas sesuai dengan aturan internasional.
“Namun, yang tidak boleh mereka masuk ke ZEE Indonesia dengan mengambil ikan di wilayah itu,” jelas Panglima.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kembali dengan tegas menolak klaim China atas perairan Natuna yang berada di batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Retno mengatakan itu prinsip kedaulatan Indonesia.
“Secara khusus saya ingin menekankan satu prinsip terkait kedaulatan dan hak berdaulat di perairan Indonesia,” kata Retno dalam Peryataan Pers Tahunan Menteri (PPTM) di Jakarta, Rabu (08/01/2020).
“Indonesia akan terus tolak klaim yang tidak sesuai dan tidak diakui hukum internasional,” tegasnya.
Menurut Retno, untuk kedaulatan dan hak berdaulat RI di perairan Natuna sudah tercantum jelas dalam Konvensi Hukum Internasional PBB mengenai Laut (UNCLOS) 1982.
Pernyataan ini disampaikan untuk menegaskan posisi Indonesia atas insiden baru-baru ini dengan China. Pada Desember lalu, kapal penjaga pantai China terlihat melindungi kapal nelayan mereka untuk mencari ikan di perairan Natuna yang merupakan bagian dari ZEE Indonesia.
Melihat kejadian ini, Indonesia melayangkan nota protes diplomatik kepada pemerintah China. Duta Besar China untuk RI juga dipanggil Kementerian Luar Negeri untuk dimintai keterangan perihal insiden tersebut.
Selain masalah kedaulatan dan hak berdaulat di perairan, Retno juga menegaskan Indonesia akan selalu melindungi tumpah darah sebagaimana negara lain lakukan untuk isu kedaulatan.
“Indonesia akan terus melawan terhadap negara yang jelas-jelas memberikan dukungan terhadap gerakan separatisme Indonesia, karena hal itu jelas bertentangan dengan hukum internasional dan prinsip Piagam PBB,” papar Retno.
Pada kesempatan itu, Retno juga menyindir negara-negara yang mendukung kelompok separatisme RI, seperti Gerakan Papua Merdeka (OPM). Negara-negara tersebut bahkan tidak ragu menyerukan kemerdekaan Papua di Sidang Umum PBB.
Namun, Indonesia dengan tegas mengatakan Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan keputusan PBB. Dan keputusan PBB itu tidak bisa diganggu gugat. (ATN)
,’;\;\’\’
Discussion about this post