ASIATODAY.ID, JAKARTA – Bambang Trihatmodjo, putra mantan Presiden Republik Indonesia, Soeharto, menggugat sejumlah pihak terkait utang dalam pelaksanaan SEA Games 1997 sebesar Rp68 miliar.
Gugatan Bambang Trihatmodjo itu telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Adapun pihak tergugat diantaranya Bambang Riyadi Soegomo, Enggartiasto Lukita (Eks Menteri Perdagangan), Hendro Santoso Gondokusumo (Intiland), dan Made Oka Masagung.
Seperti diketahui, Bambang saat ini sedang terbelit persoalan utang piutang dalam pelaksanaan momen olahraga se-Asia Tenggara tersebut.
Dalam petitum gugatan bernomor perkara 95/Pdt.G/2022/PN JKT.SEL, Bambang meminta majelis hakim mengabulkan sejumlah gugatannya.
Pertama, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk memeriksa dan mengadili Perkara ini.
Kedua, menghukum para tergugat untuk memberikan laporan dan pernyataan rinci secara resmi sehubungan pelaksanaan kerja Konsorsium Swasta Mitra Penyelenggara Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta.
“Khususnya laporan pelaksanaan kegiatan kepada pihak – pihak terkait yang telah dilaksanakan dan laporan keuangan kepada Penggugat, selambat – lambatnya 30 Hari setelah gugatan ini berkekuatan hukum tetap,” demikian materi gugatan Bambang yang dikutip, Senin (7/2/2022).
Ketiga, menghukum para tergugat untuk melakukan penyesuaian undang – undang Perseroan Terbatas terhadap PT.Tata Insani mukti (PT.TIM), melaksanakan penyelengaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dalam hal penyelesaian secara administratif formal dan pertanggung jawaban perseroan.
Khususnya, lanjut Bambang, terhadap hal – hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kedudukan PT Tata Insani Mukti (PT.TIM) sebagai pelaksana Konsorsium Swasta Mitra Penyelenggara Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta selambat – lambatnya 120 hari (seratus dua puluh hari) sejak gugatan ini berkekuatan hukum tetap.
Keempat, menghukum para tergugat untuk mengembalikan kepada penggugat nilai selisih penggunaan dana yang melebihi kesanggupan konsorsium swasta sebesar Rp51,6 miliar.
Kelima, menghukum para tergugat untuk membayar atas kerugian immaterial yang di derita penggugat, berupa harapan bunga atas selisih penggunaan uang sebesar Rp51,6 miliar yang jika dikalikan dengan keuntungan atas bunga yang dapat di peroleh yakni 6% persen per tahun sejak tahun 1999 adalah sebagai berikut,Rp.51.622.722.919,- X6% X 22tahun = yaitu sebesar Rp68,1 miliar.
Keenam, menyatakan dan menetapkan seluruh harta milik tergugat baik yang bergerak, maupun yang tidak bergerak, yang telah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan secara umum untuk memenuhi kewajiban pengembalian seluruh kerugian yang di derita oleh penggugat.
Ketujuh, menyatakan dan menetapkan seluruh harta milik Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI, baik yang bergerak, maupun yang tidak bergerak, yang telah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan secara umum untuk memenuhi kewajiban pengembalian seluruh kerugian yang di derita oleh Penggugat;
Kedelapan, menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Sebagai referensi, kasus ini bermula saat SEA Games di Jakarta pada 1997. Bambang saat itu menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games 1997. Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Ayah Bambang, yang saat itu menjadi Presiden RI, menggelontorkan uang Rp35 miliar untuk konsorsium tersebut melalui jalur Bantuan Presiden (Banpres). Dana tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kemensetneg.
Setelah pelaksanaan SEA Games selesai dan Soeharto berhenti sebagai presiden, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara ditambah bunga 5 persen per tahun. Tagihan membengkak menjadi Rp 50 miliar.
Awalnya, menteri Keuangan Sri Mulyani mencekal Bambang Trihatmodjo ke luar negeri. Namun Bambang Trihatmodjo tidak terima dan menggugat ke PTUN Jakarta dan kalah.
Pada pengujung 2019, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu.
“Bahwa adanya peristiwa yang dialami oleh Penggugat sejak 2017 hingga saat ini secara pribadi terkesan subjektif, tendensius terhadap pribadi Penggugat yang bersifat diskriminatif kepada Penggugat, terlanggar hak-hak asasinya sebagai warga negara Indonesia yang bebas dan bertanggung jawab, negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan,” tutur Bambang Trihatmodjo dalam berkas gugatan.
Bambang Trihatmodjo kemudian menggugat PT Tata Insani Mukti ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan hasil perdamaian.
Bambang Trihatmodjo kemudian menggugat Sri Mulyani ke PTUN Jakarta berkali-kali tapi tidak pernah membuahkan hasil.
“Dalam eksepsi. Menolak eksepsi tergugat. Dalam pokok perkara. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya,” demikian bunyi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada akhir Januari 2022.
Putusan itu dibacakan pada Kamis (27/1). Duduk sebagai ketua majelis hakim, Merna Cinthia dengan anggota Bambang Soebiyantoro dan Budiman Rodding. Dalam gugatan kali ini, Bambang Trihatmodjo menggugat Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I serta Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta, Kementerian Keuangan RI. (ATN)
Discussion about this post