ASIATODAY.ID, JAKARTA – Kehadiran Moda Raya Terpadu (MRT) di DKI Jakarta tidak saja hanya mengubah gaya hidup masyarakat dan menekan angka kemacetan, namun lebih dari itu, menciptakan stimulus pertumbuhan ekonomi baru di ibu kota.
Pembangunan MRT yang mengusung konsep Transit Oriented Development (TOD) atau mengintegrasikan sistem transportasi dengan bangunan dan ruang publik, melahirkan dampak besar, salah satunya investasi properti.
Menurut Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi, pengembangan area produktif di sekitar Stasiun MRT turut mendongkrak nilai investasi properti hingga mencapai Rp242,2 triliun.
“Pertumbuhan dari nilai properti di area TOD bisa mencapai Rp242 triliun atau USD16,8 miliar,” terangnya dalam slide paparan diskusi operasi dan pemeliharaan MRT, yang diterima Senin (18/11/2019).
Effendi menjelaskan konsep tersebut dapat menumbuhkan pembangunan 34.047 unit rumah layak huni, 21 hektare area publik, 149,1 kilometer jalan pedestrian, 73,9 hektare ruang terbuka publik, serta mengakomodasi 639 ribu karyawan/pekerja.
Pembangunan itu juga turut berdampak terhadap pengurangan 153.776 ruang parkir dengan nilai tambah ekonomi sebesar Rp8,3 triliun per tahun. Di sisi lain, beroperasinya MRT dipercaya mengurangi kerugian finansial akibat kemacetan dan polusi sebesar Rp65 triliun per tahun.
“Untuk mengurangi kemacetan, mengurangi polusi, mengurangi biaya yang Rp60 triliun per tahun. Itu biaya yang sangat mahal,” papar Effendy.
Sementara itu, Country Manager Rumah.com Marine Novita menjelaskan keberadaan MRT bakal mendongkrak harga properti karena meningkatkan konektivitas, akses masyarakat, dan mengurangi waktu tempuh.
“Harga tanah dan aset properti di sekitar wilayah Jalan Thamrin, Sudirman, Blok M, Fatmawati, dan TB Simatupang yang dilalui jalur MRT ini akan terdongrak. Sedangkan, wilayah sekitar Lebak Bulus dan TB Simatupang bisa menjadi kawasan pusat niaga baru di Jakarta Selatan,” ujar Marine dalam keterangan tertulis.
Kecenderungan kenaikan harga properti di sepanjang jalur MRT ini juga terlihat dari Rumah.com Property Index (RPI). Data RPI menunjukkan rata-rata indeks harga per kuartal DKI Jakarta sepanjang 2018 adalah sebesar 122 poin, naik empat persen dari indeks harga per kuartal rata-rata DKI Jakarta di 2017 (year-on-year).
Jika dibandingkan rata-rata indeks harga per kuartal DKI Jakarta, rata-rata indeks harga per kuartal Jakarta Selatan adalah sebesar 149 poin, naik lima persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kenaikan rata-rata indeks harga per kuartal di Jakarta Selatan 2018 ini bersama Jakarta Timur adalah yang tertinggi di seluruh wilayah DKI Jakarta. Jakarta Pusat dan Jakarta Barat mencatat kenaikan sebesar empat persen (y-o-y), sementara Jakarta Utara yang terendah, sebesar dua persen (y-o-y),” kata Marine.
Berdasarkan data dari MRT Jakarta, pembangunan konstruksi fase 1 proyek kereta MRT Jakarta dimulai pada 10 Oktober 2013. Ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Gubernur DKI Jakarta yang kini menjabat Presiden RI Joko Widodo.
Pada koridor 1 dibangun jalur kereta sepanjang 16 kilometer yang meliputi 10 kilometer jalur layang dan enam kilometer jalur bawah tanah.
Tujuh stasiun layang tersebut adalah Lebak Bulus (lokasi depo), Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Depo akan berada di kawasan Stasiun Lebak Bulus. Sedangkan enam stasiun bawah tanah dimulai dari Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia.
Adapun MRT mengoperasikan 14 kereta dari total 16 kereta. Sebanyak dua kereta disimpan sebagai cadangan. Perjalanan dari stasiun Bundaran HI menuju stasiun Lebak Bulus memakan waktu 30 menit dengan maksimum kecepatan 100 km/h untuk elevated dan 80 km/h untuk perjalanan bawah tanah. (At Network)
,’;\;\’\’
Discussion about this post