ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mulai menyadari bahwa industri digital khususnya e-commerce saat ini mulai dikuasai oleh segelintir pemodal.
Karena itu, konglomerasi hingga penguasaan usaha besar atas sektor bisnis e-commerce di Indonesia harus dicegah dan diminimalisasi untuk memberikan kesempatan kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk tumbuh dalam bisnis berbasis digital tersebut.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, penguasaan usaha besar di dalam bisnis e-commerce atau bisnis digital Indonesia memang masih berpeluang terjadi bahkan sangat terbuka lebar.
“Sayangnya ketika penguasaan oleh usaha besar itu terjadi, maka UMKM yang ada dalam bisnis digital atau e-commerce jelas akan kalah bersaing. Penguasaan usaha besar dalam bisnis digital perlu dicegah. Bisnis digital perlu diproteksi dari praktik-praktik yang dapat merugikan UMKM,” ungkap Teten dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/5/2022).
“Usaha besar cukup hanya menyediakan aplikasi kemudian menjual produknya sendiri. Akan terjadi konflik sosial apabila semua sektor ekonomi dikuasai pemodal besar,” jelasnya.
Teten mengungkapkan bisnis online di Indonesia mengalami lompatan besar dalam dua tahun terakhir. Hal itu disebabkan, tradisi dan cara berbelanja masyarakat yang mulai berubah dari cara konvensional ke belanja online baik masyarakat di perkotaan sampai pedesaan. Hal itu mendorong pelaku usaha yang masuk ke bisnis digital meningkat tajam.
“Saat ini UMKM onboarding ke dalam ekosistem digital dan e-commerce telah mencapai 18,5 juta, atau tumbuh 131% sejak sebelum pandemi. Angka itu ditargetkan bisa menembus hingga 30 juta UMKM onboarding digital pada 2024,” jelasnya.
Teten memandang, tingginya jumlahnya UMKM yang masuk dalam bisnis online perlu dijaga agar terus survive, karena pemerintah sedang memacu jumlah UMKM yang masuk bisnis e-commerce agar terus bertumbuh.
“UMKM diharapkan jangan sampai kalah tarung sebelum bertanding karena harus bersaing dengan pelaku usaha besar di pasar bebas,” tegasnya.
Teten mengatakan, sejumlah negara juga sudah menerapkan proteksi bagi UMKM saat memasuki bisnis digital. Ia mengacu pada India yang bisa menjadi salah satu referensi dalam memproteksi bisnis digital khusus untuk UMKM sebagai upaya penumbuhan iklim usaha yang kondusif, fair, sekaligus bentuk keberpihakan pemerintah terhadap bisnis rakyat.
“Kita bisa belajar salah satunya kepada India sebagai salah satu negara yang telah memproteksi bisnis digitalnya dari persaingan yang tidak seimbang antara usaha besar dengan UMKM,” kata Teten.
Sejalan dengan itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pihaknya telah menerapkan tiga kebijakan dalam pengembangan UMKM yaitu korporatisasi, pengembangan kapasitas, dan memfasilitasi akses keuangan.
“BI mendorong dan mempromosikan UMKM melalui transformasi digital yang komprehensif dan inklusif. Dilakukan di sepanjang rantai nilai untuk mendukung terciptanya ekosistem digital yang terintegrasi,” kata Perry.
BI melakukan pengembangan UMKM dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Dari sisi permintaan, dilakukan dengan cara meningkatkan kapasitas dan daya saing UMKM, mendorong kriteria digitalisasi melalui proses bisnis UMKM. Sedangkan dari sisi suplai BI menyiapkan infrastruktur untuk memfasilitasi UMKM dalam transformasi digitalnya.
BI meningkatkan penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk memfasilitasi UMKM sebagai jalan menuju ekosistem ekonomi dan keuangan digital.
“Melalui QRIS, UMKM digital dapat diakselerasi untuk mendukung ekonomi dan keuangan yang inklusif. Data kami per Maret 2022 dari 16,1 juta merchant QRIS yang terdaftar 89% di antaranya adalah UMKM,” tandas Perry. (ATN)
Discussion about this post