ASIATODAY.ID, JAKARTA – Aktivis ilegal fishing kembali terdeteksi di perairan laut Natuna Utara.
Kapal ikan berbendera China bernama Lu Rong Yuan Yu 701 terpantau memasuki kawasan Laut Natuna Utara pada 21-22 Juli 2020.
Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mendeteksi keberadaan kapal itu pukul 15.22 WIB yang melintas dari Selat Malaka.
Lu Rong Yuan Yu 701 merupakan kapal penangkap ikan China dengan alat tangkap longline. Diduga kapal ini memasuki wilayah Laut Natuna Utara untuk menangkap ikan secara ilegal.
Automatic Identification System (AIS) melacak 4 pergerakan kapal ini di Natuna Utara pada 21 dan 22 Juli pukul 04.07 WIB, 09.43 WIB, 11.31 WIB, dan 21.43 WIB.
Berdasarkan analisis tracking AIS, dugaan penangkapan ikan dilihat dari posisi garis lurus sesuai pola penangkapan ikan menggunakan longline pada umumnya. Alat tangkap kapal asal di Shandong, China ini dibentangkan di laut dengan posisi garis lurus.
“Jika melihat gambarnya, jarak antara titik x dan 3 adalah kurang lebih 20 km. Selisih waktu dari titik 2 ke titik 3 mencapai 2 jam. IOJI menganalisis kecepatan kapal berada pada kurang lebih 10-11,5 knot, sesuai pola umum kecepatan kapal longline saat menurunkan alat tangkap ke laut,” tulis IOJI dalam keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).
Tak hanya itu, kapal yang dimiliki Rongcheng Chisian Ocean Fisc Co., Ltd ini terlihat melambat dan berputar arah kembali ke lokasi alat tangkap longline diturunkan. Kapal longline umumnya memang kembali dengan kecepatan rendah ke lokasi alat tangkap diturunkan untuk mengangkat hasil tangkapannya ke atas kapal.
Pada 24 Juli, posisi kapal Lu Rong Yuan Yu 701 telah meninggalkan Laut Natuna Utara.
Tak hanya kapal China, 54 kapal asing diduga asal Vietnam juga termonitor memasuki kawasan Laut Natuna Utara. Pencitraan satelit ESA Sentinel-2 mendeteksi keberadaan 54 kapal itu yang diduga menangkap ikan secara ilegal.
Ke-54 kapal ini terlihat berpasang-pasangan dalam melaksanakan operasinya, persis metode penggunaan alat tangkap pair trawl, dimana pola penangkapan seperti itu dilarang total di Indonesia.
Berdasarkan pencitraan satelit, ke-54 kapal tanpa transmitter ini berlokasi di antara lintang 6.55 – 6.75 dan garis bujur 107.85 – 108.3. Wilayah tersebut masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
“Dikarenakan kapal-kapal tersebut tidak mengaktifkan trasmitter pada saat beroperasi, maka informasi mengenai kecepatan, identitas kapal dan jenis pair trawl (apakah bottom pair trawling atau midwater pair trawling) tidak didapatkan. Namun demikian, Pola operasi kapal pair trawl secara umum adalah kapal bergerak secara bersamaan dengan kecepatan yang konstan dan jarak antar kapal tetap sama selama jaring ditarik1. Jarak antar kapal sekitar kurang lebih sebesar 300 – 400 meter,” tulis IOJI.
“Dari pengamatan citra satelit didapatkan fakta bahwa jarak bukaan antara kapal di Laut Natuna Utara adalah 300 – 500 meter,” sambungnya.
IOJI memastikan data pencitraan Satelit ESA Sentinel-2 tersebut memiliki kesesuaian dengan data yang diterbitkan oleh International Fusion Center di Singapura. Data per semester 2020 menyebutkan, perairan Indonesia merupakan wilayah laut yang paling banyak terjadi insiden illegal fishing oleh kapal ikan asing.
“Pelaku illegal fishing terbanyak berasal dari Vietnam,” tulis IOJI.
Sebelumnya, Bakamla Republik Indonesia berhasil menangkap kapal ikan asing (KIA) asal Vietnam yang diduga sedang mencuri ikan di Laut Natuna Utara, Minggu (26/7). Kejadian itu berawal saat Kapal Negara (KN) Pulau Dana-323 sedang berpatroli dan menemukan kontak KIA Vietnam sekitar pukul 11.00 WIB.
Untuk mencegah tindakan serupa, IOJI meminta pemerintah tegas memberikan sanksi kepada kapal asing yang menyelundup ke perairan Indonesia. Salah satunya dengan merampas dan memusnahkan kapal.
“Pemusnahan kapal merupakan upaya hukum yang ampuh untuk mencegah peningkatan intensitas illegal fishing oleh kapal-kapal ikan asing serta menutup kemungkinan kembalinya kapal ikan pelaku illegal fishing untuk dapat kembali beroperasi,” tulis IOJI.
IOJI juga meminta Kemlu mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah China dan Vietnam untuk mengklarifikasi aktivitas ini.
Berikut rekomendasi lengkap IOJI kepada pihak terkait:
Kepada instansi keamanan laut yang relevan (KKP, BAKAMLA dan TNI-AL):
a. Instansi-instansi keamanan laut melaksanakan deteksi secara terus-menerus terhadap intrusi kapal ikan asing terutama dari negara Tiongkok dan Vietnam di sebelah utara Laut Natuna utara area garis lintang 6.5 – 6.75 dan garis bujur 107.8 – 108.5 menggunakan pesawat pengintai (airborne surveillance) didukung dengan International Fusion Center Half Yearly Marsec Situation in IFC AOI (Area of Interest) 2020.
b. Pertukaran data dan informasi dengan instansi penegak hukum di bidang perikanan di negara lain diintensifkan terutama di wilayah laut perbatasan, termasuk Laut Natuna Utara;
c. Kapal-kapal patroli dikerahkan ke area yang, berdasarkan pengamatan airborne surveillance dan teknologi pemantauan lainnya, terdapat kapal ikan asing melakukan illegal fishing untuk melakukan penangkapan terhadap kapal-kapal tersebut
d. Instansi-instansi keamanan laut secara aktif dan intensif berkoordinasi dan berbagi tugas pengawasan dan patroli laut di wilayah laut rawan illegal fishing, terutama Laut Natuna Utara, agar kegiatan pengawasan dan patroli laut tersebut dapat berjalan terus menerus sepanjang tahun (continuous presence) meski terdapat keterbatasan anggaran akibat adanya pandemi COVID-19;
e. Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelaku illegal fishing terutama terhadap kapal Tiongkok dan Vietnam berupa perampasan kapal untuk dimusnahkan. Pemusnahan kapal merupakan upaya hukum yang ampuh untuk mencegah peningkatan intensitas illegal fishing oleh kapal-kapal ikan asing serta menutup kemungkinan kembalinya kapal ikan pelaku illegal fishing untuk dapat kembali beroperasi.
Kepada Kementerian Luar Negeri:
f. Mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Tiongkok dan meminta klarifikasi terkait aktivitas kapal Lu Rong Yuan Yu 701 pada tanggal 19 – 22 Juli 2020 di Laut Natuna Utara;
g. Mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Vietnam untuk meminta informasi mengenai aktivitas 54 kapal yang patut diduga menggunakan pair trawl di wilayah Laut Natuna Utara serta meminta agar pemerintah Vietnam menerapkan effective control terhadap kapal-kapal ikannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 94 UNCLOS, untuk mencegah berulangnya tindakan illegal fishing di wilayah Laut Natuna Utara sebagai bentuk penghormatan terhadap proses penyusunan provisional arrangement sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat (3) UNCLOS;
h. Mendorong pemerintah Vietnam untuk mempercepat proses perundingan delimitasi batas Zona Ekonomi Ekslusif dengan Indonesia serta penandatanganan provisional arrangement antara Indonesia dengan Vietnam yang pembahasannya telah dimulai pada pertemuan ke-12 technical working group on the delimitation of the exclusive economic zone between the Republic of Indonesia and the Socialist Republic of Vietnam pada tanggal 20 – 21 Agustus 2019. (ATN)
Discussion about this post