ASIATODAY.ID, YANGON – Junta militer Myanmar menyatakan menutup akses kunjungan utusan ASEAN sampai stabilitas keamanan pulih.
Melansir Al Jazeera, Sabtu (8/5/2021), sedikitnya 774 orang telah tewas dan lebih dari 3.700 orang ditahan dalam tindakan keras junta saat serangan militer terhadap pemberontak etnis meningkat.
Junta militer telah menolak kunjungan utusan Asia Tenggara sampai dapat membangun stabilitas. Penolakan itu memicu kekhawatiran bahwa mereka akan melakukan lebih banyak hal. kekerasan mematikan terhadap demonstran dan etnis minoritas.
Para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mencapai konsensus yang menghasilkan lima poin pada pertemuan puncak tentang krisis Myanmar bulan lalu, yang dihadiri oleh arsitek kudeta 1 Februari, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Konsensus ini termasuk diakhirinya kekerasan, dialog antara militer dan lawan-lawannya, mengizinkan bantuan kemanusiaan, dan mengizinkan kunjungan utusan khusus ASEAN.
“Saat ini, kami memprioritaskan keamanan dan stabilitas negara. Hanya setelah kita mencapai tingkat keamanan dan stabilitas tertentu, kita akan bekerja sama terkait utusan itu.,” ujar Mayor Kaung Htet San, juru bicara dewan militer, dalam briefing yang disiarkan televisi pada hari Jumat.
“Pemerintah militer akan mempertimbangkan saran yang dibuat di KTT jika itu membantu visinya untuk negara,” tambahnya.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta, yang memicu kemarahan di antara publik yang tidak mau mentolerir kembalinya kekuasaan militer setelah lima dekade salah urus ekonomi dan keterbelakangan.
Protes telah berlangsung hampir setiap hari, demonstrasi besar pro-demokrasi terbaru pada hari Jumat di ibu kota komersial Yangon. Sementara aksi protes yang lebih kecil di setidaknya terjadi di 10 tempat lain di seluruh negeri.
Pada Sabtu, pesan di media sosial menyebukan bahwa beberapa orang di Yangon diculik oleh pasukan keamanan tanpa surat perintah.
Juna militer menyatakan sedang memerangi “teroris”. Pada hari Jumat, juru bicara Kaung Htet San mengatakan lebih banyak penangkapan penghasut kekerasan telah dilakukan daripada yang diumumkan secara terbuka.
Pertemuan ASEAN 24 April di Jakarta dielu-elukan sebagai keberhasilan oleh mereka yang hadir, tetapi para analis dan aktivis tetap skeptis bahwa para jenderal Myanmar akan menerapkan rencana lima poin, yang tidak memiliki kerangka waktu atau menyebutkan pembebasan tahanan politik, termasuk pemimpin yang digulingkan Aung. San Suu Kyi.
Prospek stabilitas dalam waktu dekat di Myanmar tampaknya hanya menjadi cerita suram. Kondisi itu ditandai konflik antara militer dan kelompok etnis minoritas di perbatasan dan pemboman dan ledakan kecil yang sekarang terjadi secara teratur di kota-kota utamanya. (ATN)
Discussion about this post