ASIATODAY.ID, JAKARTA – Pengamat Pertambangan Tino Ardhyanto menilai pernyataan Kementerian ESDM Ignasius Jonan dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang akan mempercepat larangan ekspor ore nikel sebagai pengambilan keputusan yang reaktif.
“Pengambilan keputusan yang reaktif untuk pengelolaan kegiatan pertambangan memiliki dampak yang cukup besar di dalam keberlangsungannya,” kata Tino dalam pernyataannya kepada Asiatoday.id, Rabu (14/8/2019).
Menurut Tino kegiatan pertambangan sebagai bagian dari banyak kegiatan ekstraktif seyogyanya dilakukan dengan teratur dan terencana. Mulai dari pemberian izin, kegiatan eksplorasi dan seterusnya.
“Keputusan yang diambil pada tahap awal akan berakibat pada seluruh kegiatan sampai kegiatan penambangan berakhir,” ujarnya.
Menurut mantan Ketua Umum Perhapi ini, kegiatan pertambangan yang menghasilkan tumpukan inventori tidak dapat dibiarkan begitu saja mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dari sisi pengusahaan maupun lingkungan.
“Akhir-akhir ini banyak keputusan dan kebijakan yang dibuat di dalam pengelolaan sumberdaya mineral di Indonesia, apapun alasannya, dapat memiliki potensi kurang baik terhadap keberlangsungannya. Dampaknya, berakhir pada permasalahan yang sangat kompleks mulai dari perencanaan tambang, pengelolaan dampak lingkungan, PHK, hukum, dan sosial,” ujar Tino.
Menurut Tino, permasalahan dalam kegiataan pengusahaan pertambangan yang bersifat teknis tidak dapat diselesaikan melalui pendekatan non-teknis.
“Pemerintah seyogyanya dapat mengantisipasi potensi yang timbul pada saat memberikan izin kepada pelaku usaha di bidang pertambangan mengingat keberadaan sumber daya mineral dan batubara di Indonesia adalah bagian dari kekayaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” terangnya
Ketua Asosiasi Pengusaha Tambang Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang juga menegaskan, rencana pemerintah akan mempercepat pelarangan ekspor ore nikel hanya akan menguntungkan perusahaan besar nasional dan juga perusahaan tambang pemegang kontrak karya. Mereka lebih siap karena sudah puluhan tahun dan memiliki cadangan dana yang besar.
“Mereka memiliki dana yang banyak karena sudah menambang puluhan tahun. Mereka sudah memiliki tabungan sehingga bisa mempercepat pembangunan smelter,” kata Poltak.
Kebijakan ini, kata Poltak, hanya akan mematikan perusahaan pertambangan kecil yang hanya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) rata-rata hanya 5-10 tahun.
“Izin ekspor dipercepat hanya akan membuat ore nikel menumpuk dan nanti dibeli murah oleh perusahaan besar. Ini akan mematikan perusahaan kecil,” kata Poltak.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin, mengaku sudah diajak berdialog dengan pemerintah dalam rencana penerbitan aturan baru untuk mempercepat penghentian ekspor ore nikel itu.
Namun ia enggan membeberkan isi dari aturan yang pernah dibicarakan. “Kami disampaikan sedang dibuat aturannya. Poinnya revisi, stop ekspor,” terangnya.
Meidy memandang langkah pemerintah ini menimbulkan pertanyaan besar.
“Sebaiknya pemerintah harus konsisten dengan PP 01/2019, bahwa pemberlakuan penghentian ekspor baru bisa dilakukan pada tahun 2022. Sebab, jika keputusan pemberhentian ekspor dikeluarkan dalam waktu cepat, maka akan banyak kerugian yang dialami penambang maupun pembuat smelter,” jelasnya.
Dia mengatakan, akan ada banyak tambang nikel yang tutup karena tidak bisa diekspor, berimbas pada harga yang tidak balancing.
“Harga ekspor dan harga lokal kan mati. Nanti terjadi kartel, ada yang menguasai harga dan kita tidak sanggup. Terlebih lagi, banyak yang tengah mengembangkan smelter, namun tidak ada pemasukan dana melalui penjualan bijih nikel yang diekspor. Alhasil, pembangunannya mangkrak,” tandasnya.
Sebelumnya Luhut menegaskan, pemerintah akan mempercepat pemberlakuan aturan larangan ekspor ore nikel kadar rendah yang sebelumnya ditetapkan tahun 2022. Luhut juga berjanji akan segera mengumumkan percepatan larangan tersebut.
“Kita akan percepat, tunggu saja kapan diumumkan. Intinya, kita akan hilirisasi semua. Kita akan percepat,” kata Luhut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Menurut Menko Luhut, percepatan larangan ekspor nikel kadar rendah bisa dilakukan karena bisa diserap oleh pabrik pemurnian atau smelter di dalam negeri.
“Kita sudah perhitungkan, bisa diserap di dalam negeri. Sangat bisa dan tidak ada masalah. Kita sangguplah,” jelasnya.
,’;\;\’\’
Discussion about this post