ASIATODAY.ID, BERLIN – Tak kurang 1.000 pakar ekonomi dari 110 negara dan wilayah memprediksi resesi global sebesar 1,9 persen akan terjadi pada 2020 akibat krisis coronavirus (covid-19). Angka ini dilaporkan sebuah survei yang diterbitkan oleh lembaga berpengaruh di Jerman, IFO.
Melansir Xinhua, Senin (4/5/2020), para peneliti IFO mencatat dengan resesi global sebesar 1,9 persen, itu adalah angka terendah sejak survei dimulai pada 1989.
Survei IFO memaparkan Eropa telah terpukul karena Produk Domestik Bruto (PDB) di zona euro yang beranggotakan 19 negara itu diperkirakan akan turun 5,3 persen pada 2020.
Di zona euro, resesi diperkirakan menjadi yang paling parah di Italia dengan penurunan tujuh persen. Untuk Jerman dan Prancis, para ahli memperkirakan penurunan PDB sebesar lima persen, menurut survei.
Hanya beberapa negara, seperti China dan India, yang diperkirakan akan meningkatkan output ekonominya.
Sedangkan output ekonomi di Amerika Serikat diperkirakan turun 4,6 persen. PDB akan berkurang masing-masing 4,2 persen di Brasil dan 3,4 persen di Rusia dan Afrika Selatan. Jepang akan mengalami resesi 3,3 persen, menurut survei itu.
Pandemi berdampak negatif pada aktivitas ekonomi dunia melalui berbagai saluran yang berbeda. Pengurangan investasi khususnya memiliki dampak negatif yang signifikan.
Meningkatnya defisit anggaran nasional, pengeluaran konsumen yang lebih rendah, penutupan perusahaan serta penghentian produksi, tindakan karantina dan gangguan dalam rantai pasokan internasional semakin menghambat ekonomi global, menurut survei IFO.
Namun, para ahli yang disurvei oleh IFO menganggap potensi kebangkrutan bank hanya masalah kecil.
Dukungan likuiditas untuk perusahaan kecil dan besar, penangguhan pajak untuk perusahaan serta pembelian surat berharga oleh bank sentral dan pengurangan sementara dalam pajak pertambahan nilai (PPN) dianggap penanggulangan yang bermanfaat selama krisis covid-19.
Adapun 34 persen dari para ahli yang disurvei percaya bahwa negara-negara berkembang akan kembali ke tingkat kinerja sebelum krisis di tahun ini. Sementara Uni Eropa (UE), hanya 6,7 ??persen dari para ahli yang mengharapkan kenaikan pada awal 2020. (ATN)
Discussion about this post