ASIATODAY.ID, JAKARTA – Indonesia akan memiliki sistem transportasi urban yang terintegrasi di Jakarta, Bogor, Tanggerang, Depok dan Bekasi. Proyek bertitel “Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI) ini menggandeng Jepang. Tahun ini merupakan masa akhir dari JUTPI Fase 2, yang telah dimulai sejak 2014 lalu.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakan seminar publik bertema “Jabodetabek Urban Transportation Masterplan”.
Seminar ini membahas hasil aktivitas dari JUTPI Fase 2, termasuk mengenai rincian Jabodetabek Transportation Masterplan (Rencana Induk Transportasi Jabodetabek/RITJ). Studi menunjukkan Pengelolaan transportasi di Jabodetabek tergolong kompleks karena melibatkan banyak pihak dan menyangkut kewenangan beberapa pemerintah daerah. Sementara kemacetan di area ini telah menimbulkan kerugian yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 65 triliun per tahunnya.
Kehadiran Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) telah menandai babak baru dalam penanganan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek. Diharapkan dengan adanya Perpres tersebut, maka kebijakan dan langkah-langkah penataan transportasi perkotaan Jabodetabek dapat dilakukan secara terpadu berpedoman pada RITJ.
“Kami ingin menyampaikan informasi mengenai rencana induk transportasi ini kepada masyarakat, media massa, dan stakeholder lainnya, khususnya untuk rencana jangka pendek (2024), menengah (2029) dan panjang (2035),” ungkap Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Wahyu Utomo ketika memberikan sambutan dalam seminar tersebut, di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Dalam mengembangkan masterplan itu, tim JUTPI 2 telah menjalankan berbagai studi yang juga mengakomodasi masukan dari pemerintah pusat dan daerah. Hasil studi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dan/atau memperbaiki rencana pengembangan perkotaan, atau sebagai dasar untuk memperbarui RTRW atau RDTR kota-kota di Indonesia.
“Kami mengharapkan kerja sama dari berbagai instansi terkait untuk mencapai tujuan menciptakan lingkungan perkotaan yang memiliki transportasi publik terintegrasi. Kami juga akan terus mengharapkan kerja sama dengan Jepang, terutama dalam melakukan studi lanjutan dan merancang strategi pengembangan masterplan itu,” katanya.
Selain itu, Wahyu berharap jika masterplan Jabodetabek ini dapat diadaptasi oleh daerah-daerah lainnya juga di Indonesia. “Karena salah satu kunci kemajuan Indonesia juga akan ditentukan oleh meningkatnya kualitas transportasi publik,” tuturnya.
Hasil studi yang dilakukan JUTPI Fase 2, pada 2024 akan ada kebutuhan penumpang atas moda MRT dan LRT sejauh 60 km dan terdiri dari 4 jalur, yaitu Kelapa Gading-Velodrome (6 km); Cawang-Kuningan-Dukuh Atas (10 km); Cawang-Cibubur-Kota Bogor (25 km); dan Cawang-Bekasi Timur (19 km).
Kemudian, pada 2030, kebutuhan terhadap LRT sejauh 116 km dan terdiri dari 7 jalur, yakni Kelapa Gading-Velodrome (6 km); Puri Kembangan-Tanah Abang-Dukuh Atas (12 km); Pesing-Kelapa Gading via Kemayoran (17 km); Cawang-Kuningan-Dukuh Atas (10 km); Cawang-Cibubur-Kota Bogor (44 km); Cawang-Bekasi Timur (19 km); dan Velodrome-JIEP-Cakung (8 km).
Sampai 2035 akan ada kebutuhan sampai 196 km dan terdiri dari 10 jalur, yaitu tambahan 3 jalur dari 2030, yaitu dalam Kota/Kabupaten Bogor sepanjang 40 km; Cikarang (15 km, yang terintegrasi dengan Automated People Mover (APM) dan High Speed Train (HST)); dan Jagakarsa-Cibubur-Cileungsi (25 km).
,’;\;\’\’
Discussion about this post