ASIATODAY.ID, PROBOLINGGO – Masyarakat Suku Tengger kembali menggelar ritual upacara Yadnya Kasada di Pura Poten dan Puncak Gunung Bromo, Probolinggo, Kamis (18/7/2019). Yadnya Kasada merupakan ritual puncak, setelah 12 Juli lalu Suku Tengger melaksanakan rangkaian ritual ini.
Rangkaian ritual tahunan ini selalu dinantikan. Selain sakral karena syarat makna, tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi para wisatawan lokal dan manca negara yang sedang menikmati petualangan di Gunung Bromo.
Ritual ini tidak diikuti oleh sembarang orang dan hanya diikuti oleh warga yang tersebar di empat kabupaten yakni Probolinggo, Lumajang, Malang dan Pasuruan. Dalam prosesinya, warga melarung aneka hasil bumi dan sesaji di Kawah Gunung Bromo. Suku Tengger memiliki keyakinan, melalui ritual itu, mereka memohon agar bisa terhindar dari musibah dan selalu diberikan kemakmuran oleh para leluhur.
Walau ritual Yadnya Kasada itu digelar ditengah cuaca ekstrem dengan suhu dingin di bawah 7 derajat celcius yang menyelimuti wilayah Gunung Bromo, namun, hal itu tidak mengurangi kekhusyuan ritual yang dipimpin para tetua adat.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo Bambang Suprapto mengatakan, ritual sesembahan hasil bumi ke Kawah Gunung Bromo itu merupakan anjuran atau permintaan oleh Kusuma yang merupakan putra dari Joko Seger dan Roro Anteng.
Menurut Bambang, tujuan ritual tersebut diyakini masyarakat Suku Tengger akan membawa kedamaian di tengah kehidupannya.
“Sesembahan ini juga sebagai wujud rasa syukur masyarakat Suku Tengger kepada Sang Hyang Widhi, karena ritual Yadnya Kasada ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap tahunya,” jelas Bambang.
Ritual tahunan ini membuat suasana sekitar Pura Poten semarak. Tak hanya suku Tengger, banyak masyarakat sekitar dan wisatawan asing yang hadir. Sebagian dari wisatawan bahkan mendirikan tenda-tenda dan bermalam di areal itu. Beberapa di antaranya juga membuat perapian untuk mengusir dingin.
“Yadnya Kasada memang event besar, khususnya bagi umat Hindu Tengger. Mereka berkumpul di Puri Poten untuk melakukan berbagai ritual. Seperti puja stuti para dukun pandita sekawasan Tengger, dan pemilihan para dukun atau pemuka adat, sekawasan Tengger,” kata Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur Sinarto menambahkan, setelah semua ritual di Puri Poten selesai, dilanjut dengan melabuh sesembahan atau sedekah ke kawah Gunung Bromo.
“Inilah ritual yang paling ditunggu dan menjadi daya tarik bagi wisatawan,” ujarnya.
Untuk sampai ke puncak Bromo, masyarakat harus menempuh perjalanan lebih dari 1 Km. Melewati padang dan bukit pasir, hingga akhirnya sampai dianak tangga menuju titik tertinggi Gunung Bromo. Bagi wisatawan yang kelelahan, bisa naik kuda yang disewakan warga dari Puri Poten sampai anak tangga.
Staf Khusus Menpar Bidang Publikasi dan Media Don Kardono menjelaskan, melabuh sesembahan atau sedekah biasa dilakukan umat Hindu Tengger pada rangkaian Upacara Yadnya Kasada. Jenis sedekah pun bermacam-macam. Mulai dari hasil bumi seperti kentang dan kol, kebutuhan sehari-hari, hingga hewan ternak.
“Seiring berjalannya waktu, ritual ini menjadi atraksi menarik bagi wisatawan, karena ada sebagian warga yang berburu sedekah. Berbekal alat tangkap, mereka menyongsong semua sedekah yang dilempar ke arah kawah. Ada juga pengunjung yang melempar uang sehingga menjadi rebutan para pemburu sedekah tersebut,” terangnya.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani menjelaskan, Bromo merupakan salah satu destinasi unggulan kelas dunia. Peminatnya bukan hanya wisatawan nusantara, tetapi juga mancanegara. Banyak sekali turis asing yang datang ke destinasi ini.
“Kini, dengan adanya Upacara Yadnya Kasada yang menjadi bagian dari Eksotika Bromo, tentu akan membuat kawasan wisata tersebut makin dikenal luas. Yang untung tentu bukan hanya Jawa Timur, tetapi juga Indonesia,” jelasnya.
Kepala Bidang Pemasaran I Area Jawa Kemenpar Wawan Gunawan memastikan, kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru didukung aksesibilitas yang baik. Amenitas juga siap sehingga wisatawan tidak perlu khawatir terkait komponen 3A.
“Kawasan ini biasa diakses melalui Bandara Abdulrachman Saleh, Malang, dan dilanjutkan perjalanan darat ke Bromo sekitar 2,5 jam. Sementara untuk amenitas, tersedia banyak akomodasi di sekitar lokasi acara. Baik berupa hotel maupun home stay,” terang Wawan.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, Eksotika Bromo 2019 sangat pas bagi milenial. Selain artistik, ada banyak hal baru yang ditawarkan di sana. Milenial memiliki space sangat lebar untuk berkreasi.
“Dengan konsep instagramable, Eksotika Bromo akan menarik banyak wisatawan milenial, khususnya dari Asia. Terlebih, Asia memiliki potensi pasar milenial sebesar 57 persen. Eksotika Bromo menjadi event yang sayang untuk dilewatkan,” tandasnya. (lis/AT Network)
Discussion about this post