ASIATODAY.ID, JAKARTA – Negara-negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mulai merumuskan standar kompetensi diploma untuk tenaga kerja asuransi sebagai upaya penguatan daya saing industri.
Standardisasi itu dinilai positif oleh Indonesia, sebab Indonesia memiliki peluang untuk mendongkrak standar yang sudah ada.
Menurut Komisi Pendidikan Bagian Luar Negeri Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Ariyanti Suliyanto, diploma tersebut merupakan pernyataan kompetensi atau sertifikasi tenaga kerja asuransi.
Nantinya, standar itu akan menjadi rujukan bersama untuk diterapkan melalui lembaga-lembaga yang kompeten di setiap negara di ASEAN.
Ariyanti mengungkapkan, untuk konteks Indonesia standar diploma itu akan diterapkan oleh Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (Stimra) yang merupakan lembaga pendidikan formal di bawah DAI.
“Kita menyambut baik karena tujuannya untuk memperkuat daya saing. Ketika ASEAN menjadi kekuatan baru, tenaga terampil asuransi bisa bekerja di seantero ASEAN karena keterampilannya telah terstandardisasi,” ujar Ariyanti melalui keterangan, Kamis (8/10/2020).
Menurut dia, upaya itu sebagai konsensus yang dapat ditentukan sendiri oleh setiap negara, apakah akan mengikutinya atau tidak. Namun, ia memandang Indonesia harus mengambil kesempatan tersebut untuk mengembangkan kekuatan industri di tingkat regional.
Ariyanti yang juga merupakan Komisaris Independen PT Asuransi Adira Dinamika menilai bahwa Indonesia memiliki standar yang hampir mendekati gambaran standar diploma ASEAN tersebut. Oleh karena itu, industri asuransi harus berpacu menggenjot kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pendidikannya.
“Ini sangat positif dan tidak ada yang menakutkan. Indonesia harus bangga dalam standar kualifikasinya sudah sangat dekat dengan standar ASEAN. Indonesia tinggal menyesuaikan saja,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah mendorong ratifikasi protokol ketujuh ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang dapat memberikan ruang kepada industri jasa keuangan, khususnya asuransi umum syariah dalam negeri untuk memperluas kerja sama jasa keuangan di Asia Tenggara.
Industri asuransi di Indonesia dinilai masih berada dalam masa perkembangan tahap awal, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 terdapat kecenderungan untuk melakukan konsolidasi.
Sri berharap bahwa peningkatan aliran modal saat IFAS ketujuh diratifikasi itu dapat mendukung pertumbuhan industri, baik dari sisi pelayanan, teknologi, dan reputasi.
“Industri asuransi itu capital intensive, tapi pada saat yang sama labor intensive. Sekarang mungkin dengan teknologi bisa reaching out kepada masyarakat, tapi jelas ini membutuhkan dukungan modal yang sangat kuat, dimana salah satunya didukung oleh ratifikasi IFAS,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post