ASIATODAY.ID, PARIS – Badan Energi Internasional atau International Energy Agency (IEA) menyerukan kepada negara-negara di dunia untuk menghidupkan investasi energi hijau. Langkah itu dipandang jadi solusi untuk menjawab krisis iklim global saat ini.
“Dunia tidak cukup berinvestasi untuk memenuhi kebutuhan energi masa depannya, pengeluaran terkait transisi secara bertahap meningkat, tetapi masih jauh dari apa yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan layanan energi yang meningkat secara berkelanjutan,” kata IEA dalam laporan tahunan World Energy Outlook yang dikutip Jumat (15/10/2021).
Laporan IEA itu diliburkan dalam rangka memandu konferensi perubahan iklim COP26 PBB mulai akhir bulan ini.
“Sinyal dan arahan yang jelas dari pembuat kebijakan sangat penting. Jika jalan di depan hanya diaspal dengan niat baik, maka itu akan menjadi perjalanan yang bergelombang,” tambahnya.
Menurut IEA pertemuan mendatang di Glasgow, Skotlandia sebagai ujian pertama kesiapan negara-negara untuk mengajukan komitmen baru dan lebih ambisius di bawah Perjanjian Paris (Paris Agreement) 2015 dan kesempatan untuk memberikan sinyal yang tidak salah lagi dalam mempercepat transisi ke energi bersih di seluruh dunia.
Dalam beberapa pekan terakhir, harga listrik melonjak ke tingkat rekor karena harga minyak dan gas alam mencapai tertinggi multi-tahun dan kekurangan energi yang meluas melanda Asia, Eropa dan Amerika Serikat.
Permintaan bahan bakar fosil juga pulih karena pemerintah melonggarkan pembatasan untuk menahan penyebaran Covid-19.
IEA memperingatkan bahwa energi terbarukan seperti tenaga surya, angin dan tenaga air bersama dengan bioenergi perlu membentuk bagian yang jauh lebih besar dalam rebound investasi energi setelah pandemi Covid-19.
Lebih jauh, IEA mencatat, energi terbarukan akan menyumbang lebih dari dua pertiga investasi dalam kapasitas listrik baru tahun ini. Namun keuntungan yang cukup besar dalam penggunaan batu bara dan minyak telah menyebabkan peningkatan tahunan terbesar kedua dalam emisi CO2 penyebab perubahan iklim.
IEA mengatakan transisi energi yang lebih cepat akan melindungi konsumen dengan lebih baik di masa depan, karena guncangan harga komoditas akan menaikkan biaya untuk rumah tangga 30% lebih rendah dalam skenario Net Zero Emissions by 2050 (NZE) yang paling ambisius dibandingkan Stated Policies Scenario (STEPS) yang lebih konservatif.
Will Steffen, pakar perubahan iklim di Australian National University, mengatakan bahwa laporan IEA memperjelas bahwa dunia perlu fokus pada target jangka pendek.
“Kita harus berpikir untuk menurunkan emisi kita pada tahun 2030, dengan sangat cepat dan mendalam. Saya pikir terserah pada pertemuan negara-negara di Glasgow untuk menggembleng tindakan sekarang. Ini akan membutuhkan investasi dan penetapan kebijakan untuk mendorong transisi ini lebih cepat,” tandasnya. (ATN)
Discussion about this post