ASIATODAY.ID, JAKARTA – Perusahaan pertambangan nikel nasional, PT Ceria Nugraha Indotama mendukung penuh langkah Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik/electric vehicle (EV).
Sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, Indonesia memainkan peran besar dalam industri EV.
“Sudah saatnya Indonesia fokus pada ekosistem kendaraan listrik. Kebutuhan bahan baku baterai terutama nikel akan meningkat, dan hal ini akan sangat menguntungkan posisi Indonesia. Sebab, ekosistem kendaraan listrik ini memerlukan lebih banyak nikel dimana Indonesia memiliki kandungan nikel laterite yang terdiri dari lapisan limonite dan saprolite,” kata CEO Ceria Group, Derian Sakmiwata saat berbicara dalam Electic Vehicle (EV) & Battery Conference 2023, yang digelar Tempo Group, di Hotel Borobudur Jakarta, pada Selasa, 21 November 2023.
Menurut Derian, selama ini smelter yang ada di Indonesia lebih banyak mengolah bijih nikel saprolite yang memiliki kadar nikel tinggi. Namun untuk mencukupi kebutuhan nikel sebagai bahan baku baterai, pengolahan bijih nikel limonite dengan karakteristik kandungan nikel berkadar rendah yang memiliki kandungan Cobalt, juga sangat diperlukan karena lebih ekonomis.
“Sebagai negara yang memiliki deposit terbesar nikel di dunia, pemerintah dan pelaku usaha harus bisa mengambil peran di dalam ekosistem mobil listrik ini. Karena kalau tidak, banyak cadangan yang akan terbuang,” kata Derian.
Sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), saat ini PT Ceria sedang berpacu untuk menyelesaikan proyek smelternya di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Smelter PT Ceria yang sedang dibangun akan menggunakan 2 teknologi utama, teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4×72 MVA, terdiri dari 4 Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite yang ditargetkan rampung 2024 dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah) untuk menghasil baterai kendaraan listrik yang ditargetkan rampung 2026.
Total kapasitas produksi dari smelter nikel RKEF ini nantinya dapat menghasilkan sekitar 252.000 ton Ferronickel (FeNi) dengan kandungan 22% Nickel atau sejita 55.600 ton Nickel di dalamnya.
Sedangkan dari pengolahan HPAL akan memiliki kapasitas produksi sebesar 308.000 ton dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang di dalamnya terkandung 120.000 ton Logam nikel dan lebih dari 12.500 ton cobalt.
Seluruh aktivitas industri PT Ceria menerapkan prinsip dan kaidah Environment, Social and Governance (ESG).
“ESG ini wajib diterapkan setiap Perusahaan, apalagi untuk industri tambang seperti kami. Jika ESG tidak diterapkan, tentu kegiatan Perusahaan sulit untuk berkelanjutan,” kata Derian dalam diskusi tersebut.
Dalam mengembangkan smelter nikel ini kata Derian, pihaknya harus memastikan ketersediaan cadangan terlebih dahulu untuk menjamin ketersediaan pasokan bijih nikel yang berkelanjutan.
Derian menjelaskan, PT Ceria mengelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 6.785 hektar.
“Sumber daya dan cadangan mineral dari IUP Ceria akan dialokasikan dan diolah di smelter yang kami bangun sendiri. Jumlah cadangan kami tidak terlalu besar tetapi cukup untuk menyuplai pabrik kami selama 20 tahun,” ujarnya.
“Dari 100 persen total luasan IUP kami, yang sudah tereksplorasi hampir 50 persen, 50 persen lagi kami masih melakukan eksplorasi,” ujar Derian saat menyampaikan estimasi sumber daya dan cadangan bijih nikel dari sekitar separuh luasan kawasan IUP Ceria.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno juga mendukung target untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil baterai electric vehicle/EV.
Namun Eddy berharap Indonesia tak sekadar menjadi target pasar, tetapi harus menjadi produsen.
“Indonesia jangan hanya jadi pasar, tetapi harus jadi basis produksi baterai untuk ekspor,” ujarnya.
Menurut Eddy, Pemerintah sudah saatnya memikirkan ketahanan nikel dalam negeri di tengah kekhawatiran akan ketersediaan cadangan nikel di masa depan.
Eddy mengungkapkan, bila semua smelter nikel beroperasi (sekitar 60 smelter IUI dan 7 smelter IUPK OP olah murni) dan Pemerintah tetap membuka ruang investasi smelter baru, tanpa diimbangi dengan kegiatan eksplorasi untuk penemuan cadangan baru dan tata kelola yang baik, maka cadangan nikel kita akan cepat habis (antara 10-15 tahun),” jelasnya.
Dengan asumsi jika Smelter beroperasi semua dengan produksi nikel 210 juta ton bijih (wmt) per tahun, maka Ni > 1,7% akan habis tahun 2033 dan Ni > 1,5% habis tahun 2039.
Karena itu, Eddy mendorong agar pemerintah saat ini perlu melakukan moratorium investasi baru pembangunan smelter pirometalurgi dengan produk NPI dan Ferronickel (karena kadar nikel masih sangat rendah) dan mendorong dilakukannya hilirisasi lanjutan bagi produk tersebut hingga menjadi stainless steel beserta turunannya.
“Langkah yang paling tepat tentu dengan mempercepat hilirisasi. Karena itu, Pemerintah harus memperkuat industrinya baik nikel, baterai dan kendaraan listrik,” tandasnya.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Tata Kelola dan Mineral Batu Bara Irwandy Arif, mengatakan, dengan kekuatan Indonesia yang menguasai 22 persen cadangan nikel di dunia, Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku supply-demand nikel dunia.
Untuk kendaraan listrik, Pemerintah menargetkan 5 juta unit sepeda motor listrik baru dan 6 juta sepeda motor listrik konversi pada 2025.
Kemudian pada tahun 2023 ini, sebanyak 13 juta unit sepeda motor listrik baru maupun konversi. Adapun hingga Oktober ini, jumlah motor listrik sudah mencapai 74.988 8 unit dan mobil listrik 20.414 unit.
“Selain Indonesia, dunia juga berlomba-lomba mengimplementasikan kendaraan listrik. Hal itu mengakibatkan kebutuhan baterai meningkat,” kata Irwandy Nikel Indonesia 22 persen di dunia,” kata Irwandy saat membacakan sambutan di konferensi tersebut.
Irwandy mengatakan, pemerintah terus berupaya mendukung industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia. Karena itu, pemerintah sudah mengantisipasi ekosistem penyediaan bahan baku dengan mengklasifikasikan mineral kritis.
“Yang menjadi tantangan utama adalah bagaimana menyusun rencana strategis dari mineral kritis ini untuk mendukung industri baterai dan kendaraan listrik,” tutur Irwandy. (AT Network)
Simak Berita dan Artikel yang lain di Google News
Discussion about this post