ASIATODAY.ID, MOSKWA – Perusahaan energi nuklir terbesar Rusia, Rosatom akan mulai membangun dua reaktor nuklir baru di Hungaria dalam beberapa minggu mendatang.
Pembangkit listrik tenaga nuklir Paks itu dibangun berdasarkan kesepakatan 2014 yang ditandatangani antara Budapest dan Moskwa.
Meskipun mengalami penundaan yang serius, proyek tersebut, yang diberikan tanpa tender kepada Rosatom, sering disebut-sebut sebagai bukti hubungan hangat antara Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dalam satu keputusan di situsnya Kamis malam, Otoritas Energi Nuklir Hungaria mengatakan pembangkit listrik 2 gigawatt yang dibangun Rusia di Paks dapat diperluas dengan dua reaktor baru, sambil menunggu izin lebih lanjut.
Hongaria bertujuan untuk memperluas Paks dengan dua reaktor VVER buatan Rusia, dengan kapasitas masing-masing 1,2 gigawatt. Energi nuklir tidak dikenakan sanksi Uni Eropa.
Rencana untuk dua blok baru di Paks melayani kepentingan strategis Hungaria, Menteri Luar Negeri Péter Szijjártó mengatakan setelah pertemuan pada bulan Mei dengan kepala eksekutif Rosatom.
Pembangkit Paks sekarang memiliki empat reaktor VVER 440 kecil buatan Rusia dengan kapasitas gabungan sekitar 2.000 megawatt yang mulai beroperasi antara tahun 1982 dan 1987.
Industri nuklir Rusia belum dikenai sanksi Uni Eropa atas invasi berdarahnya ke Ukraina. Langkah untuk mengisolasi dan memberi sanksi pada ekspor minyak dan gasnya tidak didukung tanpa syarat oleh Hungaria.
Situs Paks saat ini menghasilkan 40% dari pasokan listrik Hungaria.
“Biarkan konstruksi dimulai!” kata Menteri Luar Negeri Peter Szijjarto dalam satu posting Facebook, seperti dilaporkan BBC, Minggu (28/8/2022).
Dengan tambahan dua reaktor, pembangkit listrik tenaga nuklir Paks di Hungaria yang saat ini terdiri dari empat reaktor buatan Soviet, akan mengalami penambahan kapasitas lebih dari dua kali lipat.
“Ini adalah langkah besar, tonggak penting. Dengan cara ini kami akan memastikan keamanan energi Hungaria dalam jangka panjang dan melindungi Hungaria dari perubahan harga energi yang liar,” kata Szijjarto.
Szijjarto menambahkan bahwa reaktor nuklir bisa siap untuk digunakan pada tahun 2030.
Proyek kontroversial 12,5 miliar euro (Rp 186 triliun) sebagian besar dibiayai oleh Rusia.
Setelah perang di Ukraina, banyak negara Uni Eropa berusaha mengurangi ketergantungan mereka pada pasokan energi Rusia. (ATN)
Discussion about this post