ASIATODAY.ID, JAKARTA – Larangan ekspor batubara dari Pemerintah Indonesia seperti sebuah drama. Padahal sejatinya itu indikasi bahwa Indonesia sedang mengalami krisis energi batubara.
“Krisis batubara itu sebenarnya momentum bagi pemerintah untuk melakukan transisi energi terbarukan,” ujar Sisilia Nurmala Dewi, Koordinator Indonesia Team Leader 350.org, Kamis (13/1/2022).
Indonesia resmi melarang seluruh perusahaan batubara melakukan ekspor mulai 1 Januari 2022. Upaya tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran terhadap rendahnya pasokan batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri.
Berdasarkan surat yang ditandatangani Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin, larangan ekspor batubara ini berlaku hingga 31 Januari 2022. Namun tiba-tiba, pemerintah kembali mengizinkan kegiatan ekspor batubara secara bertahap.
Drama larangan ekspor batubara itu, menurut Sisilia Nurmala Dewi, menunjukan bahwa ada beberapa pihak yang ingin menutupi fakta bahwa batubara tidak bisa dijadikan andalan untuk ketahanan energi nasional.
“Cepat atau lambat, krisis energi batubara akan terjadi, karena batubara memang bukan energi yang bisa diperbarui,” jelasnya.
“Seperti halnya, krisis iklim, krisis batubara akan datang lebih cepat daripada yang diperkirakan oleh semua pihak,” imbuhnya.
Menurut Sisil, krisis batubara ini jika terus ditutupi dengan serangkaian drama, akan terus berulang bila pemerintah tidak segera berpindah ke energi terbarukan.
“Indonesia memiliki banyak sekali potensi energi terbarukan, dari matahari, angin, gelombang air laut dan sebagainya, namun nampaknya, pemerintah tidak serius menggarapnya karena dimanjakan oleh energi batubara,” jelasnya.
Padahal, lanjut Sisil, energi batubara selain tidak terbarukan juga berbahaya bagi lingkungan hidup.
“Limbah batubara berbahaya bagi kesehatan, emisinya menyebabkan krisis iklim global. Bahkan seringkali tambang batubara menimbulkan konflik sosial dan agraria dengan masyarakat sekitar,” urainya.
Tidak seriusnya pemerintah dalam melakukan transisi energi terbarukan nampak dari bank-bank milik negara yang masih mendanai proyek-proyek batubara.
“Bank-bank BUMN, seperti BNI, justru memilih masih mendanai batubara,” tegasnya.
“Hingga kini belum ada komitmen dari bank-bank BUMN itu untuk menghentikan pendanaan ke batubara.”
Beberapa elemen masyarakat sudah melakukan desakan agar bank-bank milik negara berhenti mendanai batubara.
Anak-anak muda di kampus mulai melayangkan petisi ke Direktur BNI untuk mendesak bank itu menghentikan pendanaan ke batubara.
Baik, pemerintah maupun bank BUMN di Indonesia, menurut Sisil, nampaknya tidak begitu serius melihat krisis energi dan iklim di negeri ini.
“Mereka memilih melakukan lip service untuk melindungi kepentingan jangka pendek,” tegasnya.
“Sementara ketahanan energi nasional dan juga keselamatan warga yang teracam oleh operasional tambang batubara serta krisis iklim tidak menjadi bahan pertimbangan para pengambil kebijakan itu.” (AT Network)
Discussion about this post